Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Aliansi Ekonom Indonesia menilai arah kebijakan negara semakin jauh dari visi founding fathers, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Melalui pernyataan bersama yang diumumkan pada Selasa (9/9), Aliansi Ekobom Indonesia yang diwakili Lili Yan Ing, Vivi Alatas, Elan Satriawan, Teuku Riefky, Rizki Nauli Siregar, Rimawan Pradiptyo, Jahen Fachrul Rezki, Gumilang Aryo Sahadewo, Yose Rizal Damuri, Titik Anas, Vid Adrison, Riswandi, Wisnu Setiadi Nugroho, Mervin Goklas Hamonangan, menyampaikan fakta di dalam negeri atas penurunan kualitas hidup masyarakat yang dinilai terjadi secara masif dan sistemik.
“Walau ada tekanan global, kondisi di Indonesia bukan terjadi tiba-tiba. Ini akibat akumulasi tata kelola bernegara yang kurang amanah dan kebijakan yang tidak tepat,” ujar Elan Satriawan, Selasa (9/9/2025).
Baca Juga: Aliansi Ekonom Indonesia Sampaikan 7 Desakan Darurat Ekonomi, Ini Isinya
Aliansi ekonom juga menyoroti sejumlah persoalan krusial. Pertama, pertumbuhan ekonomi dinilai menurun kualitasnya dan jauh dari inklusif. Data menunjukkan pada periode 2010–2020 ekonomi tumbuh 5,4% dengan kenaikan upah riil 5,1%. Namun setelah pandemi, pertumbuhan 5% hanya mampu mendongkrak upah riil 1,2%.
Kedua, ketimpangan semakin melebar antar kelompok pendapatan, wilayah, hingga latar belakang sosial dalam berbagai dimensi. Ini ditandai dengan mandaknya peningkatan kesejahteraan kelompok bawah rentan dan juga menengah, sementara kelompok atas tumbuh lebih besar.
Ketimpangan antara provinsi di Indonesia bagian timur, khususnya Maluku dan Papua dalam masalah kemiskinan, hingga masalah sosial ekonomi lainnya juga sangat tinggi. Sehingga kehidupan ekonomi masyarakat mengalami pemburukan, dan penurunan kualitas.
Aliansi ekonom menyampaikan, pada pertumbuhan konsumsi periode 2012-2018, pertumbuhan kelompok rentan sampai menengah cukup tinggi, dan pertumbuhan kelompok ini kemudian merosot pada periode 2018-2024, yang ukhirnya memperburuk situasi ketimpangan di Indonesia.
Ketiga, lapangan kerja berkualitas kian menyusut, dari 14 juta pekerjaan baru pada 2018–2024, sekitar 80% berada di sektor informal dengan upah rendah dan tanpa jaminan sosial. Tingkat pengangguran pemuda usia 15–24 tahun juga masih di atas 15%, tiga kali lipat dibanding kelompok usia 25–34 tahun.
Keempat, pengambilan kebijakan dinilai tidak berbasis bukti dan minim teknokrasi, terlihat dari lonjakan belanja pertahanan yang jauh lebih tinggi dibanding perlindungan sosial.
Aliansi ekonom juga menyoroti alokasi Rp 335 triliun untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada 2026 yang setara 44% anggaran pendidikan, padahal masih banyak persoalan akses dan kualitas pendidikan yang mendesak.
Kelima, negara dianggap absen dalam melindungi masyarakat dari penghisapan sumber daya, seperti pungutan liar yang dialami hingga 30% pelaku usaha besar, serta maraknya judi online dengan transaksi mencapai Rp 1.200 triliun pada 2025.
Keenam, kontrak sosial negara dan masyarakat dinilai tercederai, dengan tertutupnya kanal aspirasi, persekusi, hingga gugurnya warga dalam menuntut hak.
Baca Juga: Menkeu Purbaya: Mohon Dukungan Menjaga Fiskal dan Stabilitas Ekonomi
Aliansi ekonom menyimpulkan dua benang merah dari persoalan ini. Yakni, misalokasi sumber daya secara masif dan rapuhnya institusi negara akibat konflik kepentingan serta tata kelola yang tidak amanah.
"Menimbang masalah tersebut dan riuhnya persaingan tidak sehat antar elit politik dalam proses bernegara, kami menekankan darurat perbaikan yang nyata atas kesejahteraan masyarakat," tegas Vivi Alatas.
Vivi menegaskan, sebagai ekonom dan akademisi, Aliansi Ekonom Indonesia merasa berkewajiban menyuarakan kesulitan rakyat dan menyampaikan desakan penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh negara.
Selanjutnya: Belum Bosan Reli, Harga Emas Perbarui Rekor Tertinggi Tembus US$ 3.650
Menarik Dibaca: Belum Bosan Reli, Harga Emas Perbarui Rekor Tertinggi Tembus US$ 3.650
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News