kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Alasan penyintas Covid-19 dan penderita autoimun belum bisa dapat vaksin


Selasa, 19 Januari 2021 / 16:20 WIB
Alasan penyintas Covid-19 dan penderita autoimun belum bisa dapat vaksin
ILUSTRASI. Petugas medis melakukan penyuntikan vaksin Covid-19 kepada tenaga kesehatan di RS Siloam Kebon Jeruk, Jakarta, Kamis (14/1/2021).


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Program vaksinasi Covid-19 yang direncanakan berlangsung dalam jangka waktu 15 bulan, para penyintas Covid-19 belum masuk dalam target penerima vaksinasi.

Terkait hal tersebut, Ketua Tim Advokasi Pelaksanaan Vaksinasi sekaligus Juru Bicara dari PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Iris Rengganis menyebut, bahwa untuk saat ini penyintas Covid-19 memang belum diikutkan jadi penerima karena beberapa hal.

Pertama Iris menjelaskan ketersediaan vaksin jadi faktor yang membuat penyintas covid belum masuk daftar penerima vaksin covid. Maka untuk saat ini penerima vaksin covid masih diutamakan bagi mereka yang belum terpapar dan dalam rentang usia 18 - 59 tahun.

Selain terkait ketersediaan, Iris menjelaskan, dalam tubuh para penyintas Covid-19 sudah terbentuk secara alami antibodi covid.

Baca Juga: Menteri Airlangga Hartarto pernah positif Covid-19, Istana tak tahu menahu

"Yang pernah terkena masih bisa bertahan selama delapan bulan antibodinya. Jadi sudah pernah sakit [covid] akan terbentuk antibodi alamiah. Beberapa orang rangenya 3 sampai 8 bulan [antibodinya], maka diharapkan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dari 3M jadi 5M mereka bisa lindungi. Dan yang belum pernah terkena akan mendapatkan vaksin duluan," jelas Iris dalam RDPU Komisi IX DPR RI bersama IDI, Komnas KIPI, dan ITAGI pada Selasa (19/1).

Rencananya nanti bagi para penyitas Covid-19 setelah delapan bulan baru akan dilakukan vaksinasi. Karena dinilai antibodi yang terbentuk alamiah sudah menurun.

Adapun terkait orang yang memiliki alergi pada suatu bahan, Iris menjelaskan dilihat dari alergi yang dikhawatirkan ialah adanya anafilaksis. Anafilaksis ialah alergi yang dapat mengancam nyawa.

Namun pihaknya merekomendasikan bahwa pemberian vaksin pada seseorang yang memiliki riwayat alergi pada satu vaksin harus dilakukan dengan pengawasan.

"Jadi kita enggak bisa prediksi apakah orang ini bisa anafilaksis atau tidak. Walaupun dia pernah ada riwayat alergi vaksin lain belum tentu alergi dengan vaksin yang ini, makanya kita menyatakan layak, tapi dengan catatan pengawasan," imbuhnya.

Baca Juga: Kemensos pastikan kebutuhan kelompok rentan pengungsi Sulbar terlayani

Iris juga menyebut pihaknya terus memberikan edukasi kepada Nakes dan vaksinator terkait pemberian vaksin Covid-19.

Jika seseorang dengan riwayat alergi masih diperbolehkan menerima vaksin. Iris menekankan vaksin covid-19 tidak boleh diberikan kepada mereka yang memiliki autoimun.

"Yang nggak layak itu adalah penyakit autoimun karena ini mereka banyak mendapat obat-obat yang menekan imun. Jadi antibodi tidak terbentuk dengan baik. Kedua pada penyakit autoimun ini antibodi bisa menyerang tubuh sendiri definisi dari autoimun, errornya antibodi yang harus lindungi malah menyerang tubuh sendiri," terang Iris.

Sehingga disepakati bahwa tidak diperbolehkan pemberian vaksin terutama Covid-19 kepada penderita autoimun. Namun ke depan Iris menyebut masih ada kemungkinan vaksin dapat diberikan kepada penderita autoimun.

Selain autoimun, vaksin Covid-19 juga tidak diperbolehkan kepada penderita sakit ginjal serta penderita kanker apapun yang masih menjalani kemoterapi.

"Kemudian untuk HIV-AIDS bukan alasan untuk tidak diberikan [vaksin]. Bisa diberikan asal CD4-nya atau semacam sel darah putih itu diatas 200. Kenapa? Karena kalau dibawah 200 ngga tebrrntuk dengan baik antibodi. Toh ini vaksin mati jadi sebenarnya aman ya," ujarnya.

Secara keseluruhan IDI disampaikan oleh Iris mendukung program vaksinasi Covid-19 yang dijalankan pemerintah. Namun Iris menggarisbawahi meski vaksinasi sudah dilakukan, penerapan protokol kesehatan tidak boleh ditinggalkan.

Baca Juga: Usia 60 tahun ke atas belum jadi kelompok prioritas vaksin Covid-19, ini alasannya

Pemerintah juga disarankan dapat melaksanakan program vaksinasi dengan hati-hati dan teliti sesuai dengan prosedur yang berlaku. Serta menyiapkan pertolongan jika terjadi kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Kesepakatan antara Kementerian Kesehatan dengan BPJS kesehatan juga perlu ada terkait pembiayaan perawatan jika ditemukan KIPI.

"Koordinasi antar departemen untuk mensosialisasikan imunisasi Kemenkes dan departemen lain kalau bisa koordinasi dalam satu kesatuan itu akan lebih baik. Kemudian layanan kesehatan dan non covid harus tetap berjalan dan dapat diakses masyarakat," jelasnya.

Selanjutnya: Apakah semua pasien sembuh dari Covid-19 bisa donor darah plasma konvalesen?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×