kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Alasan KPK soal penahanan koruptor di rutan TNI


Senin, 17 September 2012 / 17:15 WIB
Alasan KPK soal penahanan koruptor di rutan TNI
ILUSTRASI. Paramita Bangun Sarana (PBSA) akan membagikan dividen Rp 27 per saham.


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bertanggungjawab dalam hal penitipan tahanan koruptor di rumah tahanan milik Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas bilang, tidak ada program militerisasi dalam penitipan tahanan KPK di markas TNI tersebut.

"Masalah penitipan tahanan KPK di TNI ini tidak ada militerisasi. Jadi jangan salah paham dan jangan underestimate (meremehkan) dengan langkah ini," kata Busyro di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/9).

Busyro menegaskan, rumah tahanan TNI telah sesuai dengan klasifikasi yang dibutuhkan KPK dalam standar penahanan tersangka kasus korupsi. Dikatakan Busyro, manajemen penahanan koruptor yang dititipkan di rutan TNI itu akan dikendalikan oleh KPK.

"Kami semata-mata hanya meminjam tempat, karena rutan KPK sudah tidak memungkinkan lagi. Sementara Direktorat Jenderal Lapas yang meninjau rutan TNI juga mengatakan sudah sesuai dengan klasifikasi," ungkap Busyro.

Karena itu, Busyro juga membantah bahwa rutan TNI disiapkan untuk menampung tersangka kasus dugaan korupsi mantan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal (Irjen) Pol Djoko Susilo.

"Itukan tafsir orang luar saja. Kami melakukan koordinasi rutan TNI ini karena tidak mempunyai rutan yang manusiawi, maka kami pergunakan rutan TNI. Dan belum ada rencana untuk penahanan siapapun juga," tutur Busyro.

Seperti diketahui, KPK dan Polri sama-sama menangani kasus korupsi simulator ujian SIM. Dalam proyek senilai Rp 196,8 miliar itu, ditemukan kerugian negara sekitar Rp 100 miliar.

KPK menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini. Pertama adalah mantan Gubernur Akademi Kepolisian sekaligus bekas Kepala Korps Lalu Lintas Irjen Pol Djoko Susilo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×