kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45904,44   -19,05   -2.06%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Akademisi: BI tidak perlu naikkan suku bunga


Rabu, 14 November 2018 / 20:34 WIB
Akademisi: BI tidak perlu naikkan suku bunga
ILUSTRASI. Logo Bank Indonesia


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memandang Bank Indonesia (BI) tak perlu menaikkan suku bunga.

Febrio N Kacaribu, Head of Researcher LPEM FEB UI mengatakan BI cukup menjaga Repo Rate 7-day tetap di level 5,75% saja. "Kami memandang bahwa BI akan perlu menaikkan suku bunga kebijakannya di bulan Desember," jelasnya dalam siaran pers, Rabu (14/11).

Hasil analisis mereka menunjukkan kondisi perekonomian Garuda yang sehat. Mulai dari inflasi yang bergerak sesuai dengan pola musimannya, hingga tren arus modal masuk yang mulai terlihat. Tercatat inflasi umum dan inti Oktober 2018 secara month on month (mom) tercatat sebesar 0,28% dan 0,29%. Atau secara tahunan tercatat 3,15% dan 2,94% meningkat sedikit dari September 2018 yang tercatat 2,88% dan 2,82%.

"Pergerakan ini kurang lebih mengikuti pola musiman inflasi yang kemudian akan berlanjut pada inflasi yang lebih tinggi lagi di bulan November dan Desember terkait dengan musim belanja untuk Natal dan Tahun Baru," ungkap Febrio. Dia juga jelaskan PDB naik melampaui ekspektasi pasar pada triwulan III-2018 ebesar 5,17% yoy, sedikit lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar sebesar 5,1%.

Perilaku investor sejak awal November juga membaik. Rupiah tiba-tiba menguat hingga ke tingkat Rp 14.700, tercatat sebagai penguatan mingguan tertinggi sejak 2016. Pelemahan Dolar AS setelah hasil pemilu sela (midterm election) di AS diumumkan serta kemungkinan meredanya perang dagang setelah pengumuman pertemuan antara AS dan Tiongkok.

"Menggambarkan perilaku sebagian besar arus masuk modal ke pasar perekonomian negara berkembang dalam dua minggu terakhir. Rupiah memimpin penguatan mata uang perekonomian negara berkembang khususnya karena angka PDB kuartal III yang melampaui ekspektasi pasar," jelasnya.

Total arus modal akhir minggu lalu tercatat positif setelah selalu negatif dalam 6 bulan terakhir; imbal hasil obligasi tenor 10 tahun tercatat menurun 35 bps. Berkebalikan dengan tren tiga bulan sebelumnya; saat ini likuiditas di pasar valuta asing dalam negeri cukup meningkat.

Domestic Non-Deliverables Forward (DNDF) juga berperan mendorong beberapa pelaku pasar untuk membeli rupiah. Investor juga mulai membeli obligasi rupiah jangka pendek dalam beberapa dua minggu terakhir. "Apabila perilaku ini dapat mewujudkan ekspektasi perbaikan pasar pada satu triwulan ke depan," tegasnya.

Defisit transaksi berjalan pada Triwulan III-2018 yang mencapai 3,4% memang menjadi salah satu faktor utama pelemahan rupiah. Namun demikian perbaikan defisit ini akan mulai terlihat di kuartal IV-2018 dan 2019 baik karena semakin mahalnya biaya mengimpor maupun sebagai hasil dari berbagai bauran kebijakan pemerintah.

Harga minyak mentah, walaupun masih cukup sulit untuk ditebak, tampaknya masih akan stabil di level sekarang yang sudah turun dibandingkan beberapa bulan sebelumnya. Menguatnya permintaan domestik bersamaan dengan meredanya tekanan sektor eksternal terutama didorong oleh ekspektasi berkurangnya tekanan perang dagang dapat menjadi alasan optimis untuk melihat perkembangan pasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×