Reporter: Agus Triyono, Tri Sulistiowati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Polemik proyek reklamasi Teluk Jakarta terus bergulir. Kini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri perkara suap dalam penyusunan peraturan daerah (perda) reklamasi Teluk Jakarta yang menyeret Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari fraksi Gerindra, Sanusi.
Kemarin, Jaksa KPK dan hakim memanggil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Dalam kesaksian itu, Ahok bersaksi seputar kontribusi tambahan sebesar 15% dari pengembang kepada pemrov DKI Jakarta.
Dalam persidangan itu, Ahok, sapaan akrab Gubernur DKI Jakarta menyatakan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, dalam hal ini Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik yang meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menghilangkan poin pengenaan kontribusi tambahan sebesar 15% dari nilai jual objek pajak (NJOP) dari tiap proyek reklamasi yang dijual oleh pengembang yang memiliki konsesi di kawasan reklamasi Teluk Jakarta. "Mereka (DPRD DKI Jakarta) keberatan mencantumkan angka 15%. Alasannya tidak ada dasarnya," kata Ahok, Senin (25/7).
Menurut Ahok, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik menginginkan agar kontribusi tambahan dari pengembang sebesar 15% dari NJOP diambil dari angka 5% yang harus dibayarkan oleh pengembang berupa tanah.
Kontribusi tambahan
Di dalam persidangan tersebut, hakim menelusuri seputar inisiatif tentang kebijakan kontribusi tambahan 15%. Hal inilah yang sedang digali oleh hakim ke sejumlah saksi.
Kepada KONTAN, Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra, Halim Kumala, menjelaskan, tidak ada yang salah dengan kontribusi tambahan atau tambahan konstribusi ini. Sebab kebijakan tersebut merupakan bagian dari good will antara pengembang kepada Pemprov DKI Jakarta.
Saat ini, peraturan yang ada hanya mewajibkan pengembang untuk membangun fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos). Totalnya sekitar 5%. Namun Pemprov DKI menilai tidak cukup sehingga meminta kontribusi tambahan kepada pengembang, termasuk Agung Podomoro. "Sambil kami urus perizinan dan proses perdanya, kami berikan kontribusi tambahan sebesar 15%," terang Halim kepada KONTAN.
Saat ini, kata Halim, kontribusi tambahan yang sudah dikeluarkan Agung Podomoro Grup sebesar Rp Rp 392 miliar, dari total sekitar Rp 1 triliun, dalam bentuk rumah sakit, jalan, rumah susun. Halim meminta kontribusi tambahan tersebut diaudit oleh juru penilai. "Nilai tersebut versi kami, silakan dinilai oleh juru penilai pemprov," katanya.
Sekadar catatan, pemerintah pusat memeriksa ulang izin pembangunan di pulau reklamasi. Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli memutuskan untuk membatalkan izin pembangunan Pulau G milik PT Muara Wisesa Samudera, anak usaha Agung Podomoro Landa. Alasannya pengembang melakukan sejumlah pelanggaran. "Pelanggarannya masuk kategori berat," kata Rizal beberapa waktu lalu. Namun versi Agung Podomoro, semua izin dan syarat saat ini telah terpenuhi.
Proyek Reklamasi Teluk Jakarta
Pengembang | Pulau | Luas (ha) |
PT Kapuk Naga Indah (anak usaha Agung Sedayu) | A | 79 |
PT Kapuk Naga Indah | B | 380 |
PT Kapuk Naga Indah | C | 276 |
PT Kapuk Naga Indah | D | 312 |
PT Kapuk Naga Indah | E | 204 |
PT Jakarta Propertindo | F | 190 |
PT Muara Wisesa Samudera (Agung Podomoro) | G | 161 |
PT Taman Harapan Indah (Intiland) | H | 63 |
PT Jaladri dan PJAA | I | 405 |
PT Pembangunan Jaya Ancol | J | 316 |
PT MKY dan PJAA | L | 316 |
PT MKY dan Pelindo | M | 587 |
Sumber : Riset KONTAN |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News