Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Perjuangan petani tembakau untuk menyelamatkan usahanya bakal menghadapi masalah yang semakin berat pasca Pilpres 2014. Pasalnya, belum ada sikap dan dukungan yang jelas dari para capres terhadap industri tembakau.
Hal itu dikemukakan peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng dalam diskusi "Sikap Capres terhadap Keberlangsungan Industri Nasional Kretek" di Jakarta, Senin (30/6).
Menurut Salamudin, para calon presiden justru memperlihatkan keberpihakannya untuk melakukan pembatasan tembakau.
Salah satunya calon presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dalam pernyataannya di media telah menunjukkan untuk menjalankan regulasi pembatasan tembakau yakni UU Kesehatan dan PP 109 tentang pembatasan tembakau.
Padahal PP 109 tahun 2012 merupakan implementasi dari Framework Convention on Tobacoo Control (FCTC), yang akan merugikan pekerja di industri rokok. Jika peraturan itu diberlakukan maka petani tembakau lokal dan pada para pekerja di pabrik rokok bisa kehilangan pekerjaan. Total pekerja yang berada di sektor ini diperkirakan mencapai 10 juta orang.
"Jokowi harus menarik pernyataannya jika tidak mau kehilangan sepuluh juta suara," kata Salamudin dalam konfrensi persnya di Dapur Selera, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (30/6).
Ia juga mengkritisi, disaat tembakau lokal dibatasi produksinya, namun tidak demikian dengan tembakau dari luar negeri yang kian marak. Sebut saja tembakau dari Tiongkok maupun Amerika Serikat.
"Selama perokok masih ada, maka para produsen rokok akan terus membutuhkan tembakau, jika pasokan dalam negeri tidak ada, maka jawabannya adalah pasokan dari luar negeri," ujarnya.
Oleh karena itu, Daeng meminta para capres-cawapres untuk mempelajari secara sungguh-sungguh PP 109/2012 dan rezim FCTC sebelum memutuskan langkah yang akan diambil. (Nurmulia Rekso Purnomo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News