CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.482.000   -35.000   -2,31%
  • USD/IDR 15.800   -121,00   -0,77%
  • IDX 7.322   55,53   0,76%
  • KOMPAS100 1.120   5,81   0,52%
  • LQ45 885   5,41   0,62%
  • ISSI 222   1,93   0,88%
  • IDX30 453   1,57   0,35%
  • IDXHIDIV20 545   1,27   0,23%
  • IDX80 128   0,70   0,54%
  • IDXV30 137   1,60   1,18%
  • IDXQ30 151   0,42   0,28%

Ada Rp 600 T potensi pajak yang belum tergali


Kamis, 22 Januari 2015 / 19:19 WIB
Ada Rp 600 T potensi pajak yang belum tergali
ILUSTRASI. Pekerja kerah putih dan kerah biru merupakan istilah yang seringkali disebut dalam dunia kerja. KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Rasio pajak Indonesia saat ini sebesar 12%. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan seharusnya Indonesia sebagai negara emerging yang masih tumbuh mempunyai rasio pajak sebesar 16%.

Bambang menjelaskan, rasio pajak 16% bila dihitung berdasarkan PDB saat ini maka nilai penerimaan perpajakannya yaitu pajak dan bea cukai mencapai kisaran Rp 1.700 triliun. Sementara itu, bila melihat realisasi penerimaan perpajakan pada tahun 2014 hanya sekitar Rp 1.100 triliun.

Berarti, masih ada gap penerimaan sebesar Rp 600 triliun yang belum tergali. Kenaikan hingga Rp 600 triliun ini memang sulit dilakukan dalam kurun waktu satu tahun. Alhasil, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015, target perpajakan dipasang pada kisaran Rp 1.480 triliun.

"Ini yang terus terang jadi tantangan kami," ujar Bambang dalam Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR Jakarta, Kamis (22/1). Menurut Bambang, yang jadi kelemahan penerimaan saat ini adalah rendahnya kepatuhan membayar pajak.

Yang menjadi target utama kepatuhan adalah wajib pajak pribadi non karyawan. Dari realisasi pajak tahun lalu, pendapatan dari wajib pajak pribadi karyawan mencapai Rp 100 triliun, sedangkan dari non karyawan hanya Rp 5 triliun.

Ada wajib pajak yang sudah membayar pajak namun pembayarannya tidak sesuai dengan yang seharusnya. Ia mencontohkan, ada satu orang wajib pajak pribadi yang melakukan pembayaran Rp 80 juta, namun kemudian orang tersebut harus membayar Rp 14 miliar. "Selama ini yang bersangkutan selalu berusaha untuk sembunyikan potensi pajak yang sebenarnya," tandasnya.

Selain kepatuhan, yang akan ditingkatkan selanjutnya adalah akses data. Akses data menjadi penting agar pemerintah dapat melacak data dan pembayaran pajak wajib pajak. Apakah pembayaran pajak sudah dilakukan dengan benar atau tidak.

Di sisi lain, pemerintah akan mencegah adanya transfer pricing. Kemkeu tidak akan segan melakukan pencekalan seperti yang telah Kemkeu lakukan bagi wajib pajak yang tidak patuh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×