Reporter: Adi Wikanto | Editor: Adi Wikanto
Pelanggaran Kode Etik KPU - Jakarta. Pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) Pemilu 2024 diwarnai dengan pelanggaran etik para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Apakah penetapan Gibran sebagai cawapres Pemilu 2024 bisa dibatalkan?
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menetapkan KPU melanggar etik saat menerima pendaftaran cawapres Gibran. Bahkan Ketua KPU Hasyim Asy'ari mendapat sanksi peringatan keras atas kasus ini.
Lalu, dengan kasus pelanggaran itu, bisakah penetapan cawapres Gibran dibatalkan?
Diberitakan Kompas.com, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Senin (5/2/2024). Hasyim dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta, Senin (5/2).
Selain itu, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada 6 Komisioner KPU, yakni August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holik.
Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023.
Ini diperlukan agar Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 selaku aturan teknis pilpres bisa segera direvisi akibat dampak putusan MK. "Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan," kata Wiarsa.
Baca Juga: Ketua KPU Langgar Etik Karena Gibran, Cek Profil & Rekam Jejak Hasyim Asy'ari
Menurut Wiarsa, dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang dalam masa reses.
Akan tetapi, kata Wiarsa, alasan dari KPU terkait keterlambatan permohonan konsultasi dengan DPR dan pemerintah setelah putusan MK tidak tepat.
"DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan Ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib," ujar Wiarsa.
Selain itu, kata Wiarsa, DKPP menyatakan sikap para komisioner KPU yang terlebih dulu menyurati pimpinan partai politik setelah putusan MK tentang syarat batas usia capres-cawapres itu terbit ketimbang melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah juga menyimpang dari Peraturan KPU.
"Para teradu dalam menaati putusan MK a quo dengan bersurat terlebih dulu kepada pimpinan partai politik adalah tindakan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan perintah Pasal 10 Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan KPU," ucap Wiarsa.
"Para teradu seharusnya responsif terhadap kebutuhan pengaturan tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden 2024 pasca-putusan Mahkamah Konstitusi a quo karena telah terjadi perubahan terhadap syarat capres-cawapres untuk tahun 2024," ujar Wiarsa.
Total, ada 4 aduan terhadap semua komisioner KPU RI terkait perkara etik pencalonan Gibran ini. Keempat perkara tersebut diadukan oleh Demas Brian Wicaksono (Perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023), Iman Munandar B (perkara nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (perkara Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (perkara nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).
Pada 25 Oktober 2023, KPU telah menerima menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran. Padahal, berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 yang ketika itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun.
KPU berdalih, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres sudah cukup untuk dijadikan dasar memproses pencalonan Wali Kota Solo berusia 36 tahun itu.
Walau demikian, pada akhirnya, KPU toh mengubah persyaratan capres-cawapres, dengan merevisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Akan tetapi, revisi itu baru diteken pada 3 November 2023.
Nasib Cawapres Gibran
Diberitakan Kompas.com, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan, putusan DKPP untuk memberi sanksi pada Ketua dan Komisioner KPU tidak berpengaruh terhadap penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres dalam Pemilu 2024. "Pada dasarnya tentu saja putusan DKPP tidak dapat mengubah hasil pendaftaran karena yang disasar etika penyelenggara pemilu," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/2/2024).
Namun, menurutnya, perbuatan tidak etis penyelenggaraan pemilu tersebut dapat berdampak pada administrasi pendaftaran Gibran sebagai salah satu kontestan Pilpres 2024. Dengan syarat, pihak-pihak yang merasa dirugikan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Feri melanjutkan, pelanggaran kode etik oleh ketua beserta anggota KPU nantinya dapat menjadi alat bukti adanya pelanggaran administrasi. "Tentu langkah hukumnya tidak serta-merta, tetapi dapat digunakan sebagai alat bukti bahwa telah terjadi pelanggaran administrasi," ungkap Feri.
Jika PTUN maupun Bawaslu melihat adanya pelanggaran administrasi dalam pendaftaran peserta pilpres, barulah penetapan Gibran sebagai cawapres dapat dibatalkan. "Mereka bisa memutus telah terjadi pelanggaran administrasi dan kemudian membatalkan proses administrasi pemilihan atau terdaftarnya Gibran sebagai salah satu peserta pilpres," tuturnya.
Di sisi lain, Feri berpandangan, putusan DKPP sedikit banyak akan memengaruhi elektabilitas pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Terlebih, jika publik menyadari sederet tindakan yang ditempuh untuk meloloskan peserta Pilpres 2024 ini.
"Tentu ada pengaruhnya, kalau publik menyadari bahwa seluruh proses dilakukan dengan curang dan melibatkan berbagai pihak untuk melakukan kecurangan itu," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News