kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Ada BBM jenis Pertalite, RI butuh kilang baru


Jumat, 17 April 2015 / 23:49 WIB
Ada BBM jenis Pertalite, RI butuh kilang baru
ILUSTRASI. Saham-saham penggerak indeks (movers) mengalami pergeseran, seiring rotasi sektor.KONTAN/Carolus Agus Waluyo/30/10/2023.


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan Indonesia membutuhkan kilang minyak baru untuk mengurangi ketergantungan impor.

"Kita kan sudah punya minyak sendiri, kalau kita sudah punya kilang, maka (minyak) yang mentah bisa dikilangkan dalam negeri dan bisa impor minyak mentah yang lebih murah (untuk diolah)," katanya di Jakarta, Jumat (17/4).

Sofyan mengatakan kebutuhan kilang ini sangat mendesak, apalagi PT Pertamina berniat memproduksi bensin jenis baru dengan oktan lebih tinggi, yaitu Pertalite, yang belum tentu bisa dipenuhi dari dalam negeri.

Dengan kemungkinan pengadaan Pertalite yang terbatas karena belum adanya kilang baru, maka membuat pemenuhan kebutuhan minyak bumi olahan tersebut harus dilakukan melalui impor.

"Sekarang tantangan berat bagi Pertamina adalah pembangunan dan perbaikan kilangnya, karena sudah pada tua, ada yang sudah 40 tahun, yang paling muda adalah kilang Balongan. Memang, perbaikan kilang membutuhkan uang dan waktu," ujarnya.

Menurut Sofyan, kilang minyak yang ada di Indonesia sebagian besar fokus untuk memproduksi bensin RON 88 jenis premium, padahal PT Pertamina mau mengurangi produksi premium dan membatasi distribusinya di daerah perkotaan.

"Kalau mau menghilangkan RON 88, maka terpaksa tutup semua kilang. Implikasinya, kita terpaksa impor produk-produk itu yang sudah jadi, 100%. Inilah pilihan sulit, karena selama ini Pertamina tidak melakukan perbaikan kilang," jelasnya.

Namun, ia mengakui membangun kilang baru dengan melibatkan peran investor swasta tidak mudah, meskipun pemerintah memberikan insentif perpajakan, karena hasil keuntungan yang terlalu kecil sehingga berpotensi merugi.

"Biaya investasinya terlalu tinggi, selain itu 'margin' di kilang terlalu rendah. Oleh karena itu, banyak perusahaan minyak yang sudah di hulu, cenderung investasi di hulu saja, tidak seperti perusahaan hilir yang hidupnya tergantung (pengadaan) kilang," ujarnya.

Dalam jangka panjang, Sofyan mengharapkan adanya pemanfaatan energi terbarukan dan ramah lingkungan seperti gas yang lebih diintensifkan oleh PT Pertamina, apalagi pemerintah sejak dulu telah memberikan dukungan berupa dana.

"Pemerintah telah memberikan insentif yang cukup untuk membangun pipa dan SPBG. Itu anggarannya besar di Kementerian ESDM. Karena kita melihat yang akan datang, konsumsi gas dalam negeri akan meningkat," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×