Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Perkara dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) memasuki persidangan keenam, Kamis (6/4).
Sebanyak delapan saksi dihadirkan dalam persidangan itu. Mereka yang bersaksi adalah mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto, mantan anggota Komisi II Markus Nari, dan mantan sekretaris fraksi Golkar Ade Komarudin.
Selain itu ada juga Direktur Utama PT Quadra Solution Anang S. Sudiharjo, Direktur PT Quadra Solution Achmad Fauzi, Dudy Susanto dari PT Softob Technology Indonesia (STI), dan mantas staf Kemendagri, Suciati.
Pemeriksaan saksi dibedakan dalam tiga termin. Pada termin pertama, jaksa menghadirkan Anas dan Novanto.
Termin kedua giliran Markus dan Ade Komarudin. Sementara itu, Anang, Fauzi, Dudy, dan Suciati mendapat giliran di termin terakhir.
Dalam sidang, ada sejumlah fakta menarik yang menjadi sorotan. Berikut hal-hal menarik dalam sidang keenam perkara e-KTP:
1. Bantahan Setya Novanto
Setya Novanto membantah keterlibatan dirinya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Novanto mengaku tak mengetahui apa pun terkait pembagian uang kepada sejumlah anggota DPR.
"Saya tidak tahu, saya tidak pernah tahu," kata Novanto kepada majelis hakim.
Novanto mengaku hanya mengetahui bahwa proyek e-KTP merupakan program nasional yang sangat bermanfaat bagi data kependudukan masyarakat.
Novanto juga membantah menerima sejumlah uang dari proyek itu. Dalam dakwaan, Novanto disebut menerima Rp 574,2 miliar.
"Itu tidak benar, saya yakin Yang Mulia," kata Novanto.
2. Anas Anggap Dituduhkan Cerita Fiksi dan Fitnah
Anas Urbaningrum disebut menerima uang dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebesar 500.000 dollar AS.
Uang itu kemudian digunakan dalam Kongres Partai Demokrat untuk pencalonan sebagai ketua umum partai.
Kemudian, Anas juga disebut menerima 11 persen dari anggaran poyek e-KTP, yakni sebesar Rp 574,2 miliar.
Setelah itu, Anas kembali mendapat uang dari Andi pada Oktober 2010 sebesar 3 juta dollar AS.
Pemberian uang berikutnya kepada Anas dilakukan sekitar Februari 2011 sebesar Rp 20 miliar.
Namun, Anas membantah adanya aliran uang e-KTP kepada dirinya maupun kongres partai.
"Kami ada sumber informasi yang mengatakan anda mendapatkan uang?" tanya hakim ketua Jhon Halasan Butar Butar.
"Itu bukan fakta, yang mulia. Itu keterangan fitnah. Itu fiksi dan fitnah," kata Anas.