kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45904,03   -19,46   -2.11%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Setya Novanto bukan tangga akhir kasus e-KTP


Selasa, 18 Juli 2017 / 16:11 WIB
Setya Novanto bukan tangga akhir kasus e-KTP


Reporter: Teodosius Domina | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Penetapan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka, bukanlah akhir dari pengejaran koruptor KTP-elektronik (e-KTP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Masih ada serentetan nama yang diduga terlibat lantaran sejak proses pembahasan, proyek senilai Rp 5,9 triliun ini telah diatur.

Setnov pun diduga mendapat jatah 11% dari nilai proyek atau setara Rp 574,2 miliar. "SN (Setya Novanto) melalui AA (Andi Agustinus) diduga telah mengkondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa KTP-elektronik," ujar Ketua KPK, Agus Rahardjo, Senin (17/7) kemarin.

Setidaknya ada tiga nama lagi dalam dakwaan serta tuntutan yang jelas-jelas disebut sebagai pelaku namun belum berstatus tersangka. Peningkatan status menjadi tersangka ibarat hanya tinggal menunggu waktu lantaran dalam persidangan dengan terdakwa mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, nama mereka jelas disebut.

Mereka adalah mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini, ketua panitia pengadaan Drajat Wisnu Setyawan dan ketua konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya.

"Telah terjadi kerja sama yang erat dan sadar yang dilakukan para terdakwa dengan Setya Novanto, Dyah Anggraini, Drajat Wisnu Setyawan, Isnu Edhi Wijaya dan Andi Agustinus alias Andi Narogong," ujar jaksa Mufti Nur Irawan membacakan dokumen tuntutan.

Lantas apakah duit dari proyek e-KTP ini benar-benar diterima politikus Partai Golkar ini?

Soal aliran dana, dalam persidangan terungkap Anang Sugiana Sugiharjo direktur PT Quadra Solution, Paulus Tannos direktur PT Sandipala Arthaputra dan Andi Agustinus sendiri beberapa kali menalangi pemberian uang kepada sejumlah politikus, terutama kepada Miryam S. Haryani dari Partai Hanura.

Duit mereka juga dipakai untuk manajemen bersama Tim Fatmawati yang dimotori Andi Agustinus alias Andi Narogong dan membentuk Konsorsium PNRI.

Duit talangan yang digelontorkan para pengusaha ini terbayar karena mereka berhasil memenangkan lelang. Meskipun proses tender diduga hasil manipulasi. Konsorsium ini lantas menerima pembayaran dari pihak Kemendagri sebanyak empat kali dengan total nilai Rp 4,92 triliun.

Dikroscek lewat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2015, duit Setnov tak naik Rp 500 miliar seperti dakwaan. Kekayaannya dalam laporan tersebut hanya Rp 114 miliar. Angka ini cuma naik sekitar Rp 40 miliar dibanding laporan tahun 2009, yakni dari Rp 73 miliar. Namun apakah laporan ini sesuai dengan kenyataan, proses persidangan Setnov kelak bisa menjawabnya.

Selain itu, Kamis (20/7) besok, majelis hakim yang menangani perkara Irman dan Sugiharto akan membacakan putusan. Jika dipertimbangkan, kesaksian soal aliran dana di atas akan menjadi fakta hukum yang bisa menjadi bekal persidangan selanjutnya.

Sejumlah tersangka pun sudah menanti, di antaranya Miryam S. Haryani dengan kasus dugaan pemberian keterangan tidak benar, Markus Nari, kader partai Golkar yang diduga menghalang-halangi proses penyidikan, dan Andi Narogong, terduga penyuap.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×