Reporter: Teodosius Domina | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) mulai menemui titik terang. Titik terang tampak setelah terdakwa kasus korupsi e-KTP, Irman, yang juga mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) menjelaskan aliran duit proyek yang merugikan negara sekitar Rp 2,3 triliun.
Hal itu diungkapkan dalam sidang dengan agenda pembelaan atau pledoi terkait tuntutan Jaksa Penuntut Umum agar Irman mengembalikan uang senilai US$ 273.700, plus Rp 2,24 miliar serta S$ 6.000. Totalnya setara Rp 5,5 miliar.
Menurut Irman, yang dituntut pidana penjara tujuh dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara, dia hanya mendapat duit dalam dua kali kesempatan. Duit diberikan oleh bawahannya, Sugiharto, yang berasal dari Andi Agustinus alias Andi Narogong. "Uang yang pernah saya terima adalah sebagai berikut, dari Andi Agustinus sejumlah US$ 300.000 telah disetor ke rekening penampungan KPK. Kedua dari terdakwa Sugiharto US$ 200.000 yang dipakai untuk penalangan tim supervisi," katanya, Rabu (12/7).
Menurutnya, sebagian dari duit US$ 200.000 juga untuk diserahkan lagi kepada mantan Sekjen Kemdagri Diah Anggraini dan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sebanyak Rp 1,3 miliar. Keterangan Irman soal aliran dana suap proyek e-KTP itu bertolak belakang dari perkataan para politisi anggota dan mantan Anggota DPR RI periode 2009-2014.
Pada pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara estafet memanggil para pihak yang sempat disebut menerima uang panas dari proyek tersebut. Mereka diantaranya Yasonna Laoly, Ganjar Pranowo, Olly Dondokambey, Agun Gunandjar, Djamal Azis, Marzuki Alie, Tamsil Linrung, dan Melchias Markus Mekeng.
Semua politisi ini ramai-ramai membantah soal adanya aliran uang korupsi yang mengalir kepada mereka. Bahkan, Agun menyatakan bahwa proyek e-KTP sudah dilakukan dengan benar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News