Reporter: Adinda Ade Mustami, Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Selamat tinggal kerahasiaan data nasabah perbankan. Mulai saat ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memiliki akses tanpa batas informasi yang berhubungan dengan data rekening nasabah perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
Akses aparat pajak atas data nasabah industri keuangan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Aturan ini diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan berlaku 8 Mei 2017.
Penerbitan aturan ini berkaitan erat dengan perjanjian pertukaran informasi keuangan otomatis atau Automatic Exchange of Financial Account Information (AEoFAI) yang digalang oleh negara-negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), termasuk Indonesia. Namun saat bersamaan, perppu ini sekaligus modal aparat pajak untuk mengejar target pajak.
Maklum, perppu ini memberi bekal otoritas pajak untuk menyidik dan meneliti data keuangan nasabah. Otoritas pajak berwenang meminta informasi dan bukti tambahan dari lembaga keuangan. Sebab perppu ini menganulir beberapa pasal yang selama ini menjadi gerendel rahasia nasabah industri finansial.
Perppu ini, misalnya, menghapus data kerahasiaan nasabah perbankan, kerahasiaan data di pasar modal, hingga data nasabah bursa berjangka komoditas. Sebab, Perpu No 1/2017 antara lain menghapus pasal 35 ayat (2) dan Pasal 35 A UU No 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 40 dan Pasal 41 UU No 7/1992 tentang Perbankan, serta pasal 47 UU No 8/1995 tentang Pasar Modal.
Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Darmin Nasution mengatakan, Perppu ini berlaku untuk semua wajib pajak (WP), baik warga Indonesia maupun asing yang berada atau bekerja di Indonesia. Alhasil, Dirjen Pajak tak perlu lagi minta persetujuan Menteri Keuangan dan pihak lain untuk mendapatkan akses data nasabah industri keuangan. "Dulu kan harus minta persetujuan ke Menkeu, BI dan OJK. Sekarang langsung saja," katanya, Selasa (16/5).
Direktur Pelayanan dan Penyuluhan (P2) Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menyatakan, Kantor Pajak masih menunggu aturan teknis turunan perppu tersebut dari Menteri Keuangan. "Saya belum bisa memberikan keterangan detail. Tunggu nanti saja," ujarnya.
Jadi amunisi pajak
Bawono Kristiaji, peneliti pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) menilai, perpu ini penting bagi kinerja pajak dan citra Indonesia di mata dunia. Dia melihat, dunia internasional akan menilai Indonesia bisa memegang komitmen dalam keterbukaan dan pertukaran data keuangan.
Bawono yakin perppu ini bakal mendongkrak penerimaan pajak. Kantor pajak bakal lebih optimal menggali potensi pajak, mengingat besarnya shadow economy Indonesia serta rendahnya basis pajak. "Masih banyak informasi dari lembaga keuangan dalam negeri atas potensi pajak, terbukti data tax amnesty memperlihatkan deklarasi dalam negeri Rp 3.700 triliun," katanya. Namun akses yang besar, harus diimbangi pengawasan agar tak ada penyalahgunaan wewenang.
Aturan Akses Data Untuk Kepentingan Perpajakan
Pasal 2
Dirjen Pajak berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari lembaga jasa keuangan yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
Laporan dari lembaga keuangan yang diberikan ke Dirjen Pajak harus berisi informasi keuangan selama satu tahun kalender.
Laporan informasi keuangan paling sedikit memuat:
a. identitas pemegang rekening keuangan;
b. nomor rekening keuangan;
c. identitas lembaga jasa keuangan;
d. saldo atau nilai rekening keuangan; dan
e. penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan
Sebelum memberikan laporan ke Dirjen Pajak, lembaga keuangan wajib melakukan verifikasi data.
Saat memberikan laporan ke Dirjen Pajak, lembaga keuangan dilarang membuka rekening baru atau melakukan transaksi baru atas WP yang diperiksa
Pasal 3
Pelaporan dari lembaga keuangan bisa melalui mekanisme elektronik dan non elektronik.
Pasal 4
Selain mendapat laporan dari lembaga keuangan, Dirjen Pajak juga berwenang meminta informasi atau bukti tambahan dari lembaga tersebut.
Pasal 6
Pihak yang melaksanakan akses dan pertukaran data finansial untuk kepentingan perpajakan tidak dapat dituntut pidana dan perdata.
Pasal 7
Pimpinan lembaga keuangan yang menolak memberikan laporan atau tidak verifikasi data bisa dipidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
(Sumber: Perppu 1/2017)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News