kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Polri menilai ada kejanggalan dalam putusan praperadilan bos Sugar Group


Kamis, 18 Januari 2018 / 21:25 WIB
Polri menilai ada kejanggalan dalam putusan praperadilan bos Sugar Group
ILUSTRASI. Aktivitas pemasaran Sugar Group Company


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kuasa Hukum Direktorat Tindak Pidana Umum Mabes Polri Veris Septiansyah menilai ada kejanggalan dalam putusan praperadilan Bos Sugar Group.

Pertama adalah dikaitkanya UU Administrasi Pemerintahan, Mabes Polri sebagai terlampir dinilai hakim menyalahgunakan wewenang dengan melakukan penafsiran perkara Tata Usaha Negara memiliki unsur pidana.

"Kaitan dengan putusan kita melihat ada kejanggalan, dalam arti terkait dengan pertimbangan hukum, seperti masuknya UU administrasi pemerintahan, padahal dalam pra peradilan tak ada kaitannya dengan administrasi pemerintahan," kata Veris kepada Kontan seusai sidang, Kamis (18/1).

Sementara kedua adalah soal objek sengketa yang dianggap kedaluwarsa oleh hakim.

Sekadar informasi Praperadilan ini sendiri merupakan tindak lanjut dari laporan polisi no LP/369/IV/2017Bareskrim tanggal 7 April 2017 oleh pelapor yaitu Walfrid Hot Patar (PT Bumi Sumber Sari Sakti).

Dalam laporannya, pelapor mengajukan adanya dugaan rekayasa pemalsuan dan penggelapan hak penguasaan tanah seluas 14.495.511,3 hektare di Desa Terbanggi Ilir dan Mataram Udik yang dimiliki PT Gula Putih Mataram anak usaha Sugar Group Company.

Dokumen-dokumen kepemilikan lahan tersebut yang disangka palsu oleh pelapor. Dokumen yang dimaksud adalah daftar perincian aktiva tetap PT GPM tahun 1985 yang jadi dasar surat laporan kehilangan atas bukti pembayaran pelepasan hak/tanah milik PT GPM.

"Objek perkara pokoknya bukan masalah objek sengketa, tapi lap polisi yang dilapor Bareskrim, yang dilihat ada masalah pidana," sambung Veris

Sementara Hakim Effendi Mukhtar yang memimpin sidang beranggapan lantaran laporan merujuk pada dokumen tahun 1985, telah terjadi kedaluwarsa perkara.

"Menimbang bahwa setelah hakim memperhatikan tempus delicti terkait tuduhan kepada pemohon pada 1985, Di mana surat kehilangan atas laporan keuangan dan laporan auditor telah dilaporkan sebagai pemalsuan surat, penggelapan dan pemalsuan fakta otentik. Apabila Dihubungkan dg pasal 78 KUHP Tempus delicti mana tuduhan atas pasal 263, pasal 266 KUHP adalah kedaluwarsa. Menimbang pasal 278, terhadap kejahatan yang diancam dengan masa hukuman lebih dari tiga tahun, kedaluwarsanya adalah setelah 12 tahun," Putus Hakim Effendi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×