kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Politisi kutu loncat bukti minimnya kaderisasi


Selasa, 28 November 2017 / 16:55 WIB
 Politisi kutu loncat bukti minimnya kaderisasi


Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 kembali diwarnai bajak-membajak kader partai. Sejumlah nama kader partai malah berpaling maju dengan partai lain demi maju dalam Pilkada 2018.

Sebut saja nama Khofifah Indar Parawansa kader PKB yang maju bersama Emil Dardak kader PDIP melalui rekomendasi Golkar dan Demokrat dalam Pilkada Jatim 2018. Kasus lainnya bisa dilihat dari Golkar yang lebih memilih mengusung Ridwan Kamil ketimbang kader partainya sendiri, Dedi Mulyadi.

Pengamat politik Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya bilang hal tersebut terjadi karena beberapa hal. Pertama karena kegagalan kaderisasi yang dilakukan Parpol. Parpol hanya bekerja sebatas rekrutmen, tak membuat kaderisasi yang berujung minimnya keterikatan parpol.

"Itu yang menyebabkan politisi menjadi kutu loncat ketika terkait tiket untuk Pilkada atau Caleg,"kata Yunarto kepada KONTAN, Selasa (28/11).

Penyebab lain, terjadi juga karena keputusan Parpol kerap tak demokratis dalam mencalonkan seseorang. Parpol kerap lebih memilih mengusung berdasarkan hasil survey ketimbang melihat kinerja kader di tubuh internal.

"Sehingga muncul kekecewaan ke partai karena mekanisme yang sering dianggap tak demokratis," imbuh dia.

Dan jalan tempuh paling singkat yang kerap diambil Parpol ialah politik outsourcing. Yunarto bilang ini seringkali terjadi kala pragmatisme kader bertemu dengan partai. Jika sudah begini, Parpol hanya menjadi sekumpulan orang dengan kepentingan dan waktu yang sama.

"Ketika kepentingan berbeda pada titik berbeda, maka akan berpisah."

Peneliti senior Pusat Penelitian Politik LIPI, Siti Zuhro bilang aktivitas penyusunan strategi dan manuver untuk memenangkan partai dipandang lebih penting oleh Parpol. Hal tersebut menjadi fokus ketimbang peningkatan kualitas kaderisasi.

"Selain itu partai lebih mempertimbangkan menang saja dalam Pilkada dan Pemilu, sehingga pilihan hanya melalui survei,"kata dia.

Pada akhirnya, hak otonom kader sering diabaikan dalam rekrutmen. Pokoknya, yang penting adalah menang.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×