kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penurunan harga komoditas ancaman 2018


Senin, 19 Juni 2017 / 06:10 WIB
Penurunan harga komoditas ancaman 2018


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan, harga komoditas Indonesia di tahun depan akan mengalami tren penurunan. Meski di sepanjang tahun ini harga komoditas diperkirakan masih cukup tinggi, namun penurunan harga di tahun depan tidak bisa dihindari. Hal itu terjadi sebagai dampak dari pelemahan harga batubara.

Tren melemahnya harga batubara di tahun depan dikhawatirkan ikut melemahkan harga beberapa komoditas kunci lain, seperti karet, minyak mentah, minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), gas alam, dan logam. Harga komoditas itu menjadi kunci ekonomi RI karena selama ini komoditas tersebut berperan penting dalam menopang perekonomian Indonesia, terutama sisi ekspor.

Dengan potensi itu World Bank Country Director for Indonesia, Rodrigo Chaves mengatakan, Pemerintah Indonesia perlu mengambil beberapa langkah reformasi struktural untuk mengantisipasi dampak penurunan harga komoditas. Misalnya, meningkatkan rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan memperbaiki Daftar Negatif Investasi (DNI).

Dengan upaya-upaya tersebut, mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak perlu terlalu bergantung lagi pada ekspor komoditas. Pemerintah sebaiknya mengupayakan alternatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, terangnya, akhir pekan lalu.

Rodrigo menganggap proses reformasi tersebut penting untuk memperluas potensi ekonomi Indonesia. Di masa depan baik jika stabilitas perekonomian Indonesia tak sepenuhnya ditopang oleh ekspor komoditas.

Disamping itu, perbaikan DNI diharapkan bisa makin banyak menarik investasi asing masuk ke Indonesia. Sebab Bank Dunia memproyeksikan investasi yang masuk ke Indonesia bakal meningkat. Hal ini sejalan dengan status rating layak investasi oleh Standard & Poor's (S&P). Peningkatan penilaian S&P merupakan pengakuan signifikan atas kemajuan yang dibuat oleh pemerintah dalam memperbaiki pengelolaan dan kredibilitas fiskal, kata Rodrigo.

Oleh sebab itu, ia menyarankan agar Pemerintah Indonesia memperluas sektor lain untuk Penanaman Modal Asing (PMA). Pasalnya, selama ini PMA hanya difokuskan pada beberapa sektor, seperti migas dan infrastruktur.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira sependapat dengan proyeksi tersebut. Menurutnya, harga komoditas makin tak bisa ditebak di masa depan. Makanya, pemerintah perlu mengambil langkah antisipasi menghadapi kondisi tersebut.

"Untuk mengurangi ketergantungan akan ekspor komoditas, pemerintah perlu memberikan insentif bagi industri pengolahan serta mengatasi hambatan ekspor barang jadi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×