kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kasus Century selalu bergulir jelang pemilu


Selasa, 24 April 2018 / 10:55 WIB
Kasus Century selalu bergulir jelang pemilu
ILUSTRASI. Gedung Bank Century di Sentral Senayan


Reporter: Anggar Septiadi, Ghina Ghaliya Quddus, Ramadhani Prihatini | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepuluh tahun telah berlalu sejak skandal Bank Century yang mengguncang Tanah Air pada tahun 2008 silam terkuak. Namun meski sudah satu dasawarsa berjalan, penyelesaian kasus pemberian dana talangan atau bailout penyelamatan Bank Century dinilai masih jauh dari kata tuntas.

Sejak mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Budi Mulya (BI) Budi Mulya divonis 15 tahun oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi pada April 2015, pengusutan terhadap kasus yang merugikan negara sebesar Rp 8 triliun itu tidak terdengar santer lagi.

Budi Mulya dianggap seolah-olah sebagai satu-satunya pihak yang harus bertanggungjawab terkait pemberian izin Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) terhadap Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Namun sejatinya, selain Budi Mulya, ada tokoh lain yang punya peran penting dalam kasus ini, salah satunya adalah mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Siti Fajriah yang wafat tak lama setelah Budi Mulya divonis oleh MA.

Terkait skandal dana talangan Bank Century ini, dua mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian yakni Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli memberikan pandangan mereka.

Kwik menjelaskan bantuan bailout senilai Rp 6,72 triliun tidak beralasan. Pasalnya, kebangkrutan Bank Century tidak akan berdampak sistemik terhadap perbankan di Tanah Air. Tahun 2008, ia menilai, tidak ada tanda-tanda kepanikan dari pengusaha maupun perbankan jika bank milik Robert Tantular ini bangkrut.

"Sama sekali tidak (sistemik). Kalaupun ada,  angkanya kecil sekali. Peran Bank Century dibanding keseluruhan bank tidak ada artinya sama sekali," kata Kwik, Senin (23/4).

Ia menceritakan, di tahun 2008 Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang dipimpin Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan telah meminta pendapat ke berbagai pihak untuk menjadi bahan pertimbangan sebelum bailout Bank Century diberikan.

Dia bilang, kala itu Sri Mulyani yang memimpin rapat, mencurahkan pendapat dengan berbagai pihak selama sepuluh jam untuk mempertimbangkan langkah yang akan diambil. "Sri Mulyani selama sepuluh jam saat rapat curah pendapat terlihat ragu-ragu, dia (Sri Mulyani) terus menerus bertanya apakah betul berdampak sistemik? Apa betul penilaian Bank Indonesia ?"terang Kwik.

Namun setelah rapat itu, kala itu Sri Mulyani bersama Boediono (Gubernur BI) dan Raden Pardede (Sekretaris KSSK) hanya mengambil keputusan dalam waktu satu jam secara tertutup.

KSSK akhirnya memutuskan memberikan bailout kepada Bank Century, padahal saat itu pemerintah bisa memilih langkah lain untuk penyelamatan bank yang kini bernama Bank J Trust Indonesia tersebut.

Rizal Ramli menilai KSSK semestinya memang tidak melakukan bailout terhadap Bank Century, lantaran berdasarkan aturan rasio kecukupan modal perbankan atau capital adequacy ratio (CAR) minimal 8%. Namun syarat tersebut tak bisa dipenuhi Bank Century yang hanya memiliki CAR 2,3%, artinya Bank Century tidak boleh diselamatkan, tapi harus ditutup.

Atas kesalahan yang sudah terjadi selama satu dekade tersebut, Rizal Ramli menuntut pejabat KSSK saat itu harus ikut bertanggungjawab. "Artinya yang harus bertanggungjawab itu adalah Boediono dan Sri Mulyani sendiri selaku Ketua KSSK," kata Rizal.

Sri Mulyani sebelumnya sempat menanggapi bergulirnya kembali kasus ini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Saya serahkan putusan ini kepada KPK," ujarnya singkat beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, kasus Bank Century kembali mencuat ke publik dalam sebulan terakhir. Hal tersebut setelah Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) memenangkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada 10 April 2018 lalu. Dalam putusannya, PN Jaksel memerintahkan kepada KPK untuk melanjutkan kembali penyidikan kasus ini dan menetapkan tersangka baru pada kasus tersebut.

Atas putusan PN Jaksel tersebut, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan, KPK sebenarnya memang tak pernah menghentikan kasus ini. Namun, ia mengakui masih harus menyusun strategi khusus untuk melaksanakan putusan PN Jaksel. "Pengusutan kasus ini tak perlu penyidikan dulu," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×