kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45929,87   8,42   0.91%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dinamisasi penerimaan pajak masih butuh penjelasan


Kamis, 16 November 2017 / 22:02 WIB
Dinamisasi penerimaan pajak masih butuh penjelasan


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum habis strategi, Ditjen Pajak masih punya cara mengejar kekurangan penerimaan pajak tahun ini. Salah satu yang diharapkan untuk penerimaan pajak di sisa tahun ini adalah dinamisasi penerimaan.

Praktiknya sekilas memang mirip praktik dengan ijon, tetapi ini berbeda. Dinamisasi sendiri hanya soal besaran angsuran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 saja, yang harus dibayar wajib pajak (WP) setiap bulannya.

Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan DJP Yon Arsal menjelaskan, hal ini wajar untuk dilakukan. Dinamisasi sendiri bisa dilakukan jika dalam tahun pajak berjalan, WP mengalami peningkatan usaha, dan diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% dari dasar penghitungan PPh Pasal 25.

“Dasar hukumnya adalah Keputusan Dirjen Pajak nomor 537 tahun 2000 tentang penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu. Terdapat pada pasal 7 ayat 4, ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (16/11).

Nah, besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak tersebut, harus dihitung kembali oleh WP atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Sebab, pada dasarnya perubahan keadaan kegiatan atau usaha dari WP merupakan hal wajar.

Dalam hal ini, kondisi-kondisi tertentu itu dapat secara drastis meningkatkan laba ataupun sebaliknya yang mempengaruhi kewajiban PPh Pasal 25. Menurut Yon, jika dalam tahun pajak berjalan terjadi penurunan omzet, maka WP Badan dapat mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25.

Namun jika kondisi yang terjadi adalah laba WP dalam tahun pajak berjalan bertambah besar, maka besarnya angsuran nilai PPh Pasal 25 dapat dihitung kembali supaya bisa mencerminkan kondisi sebenarnya.

“Extra effort ada pengawasan penagihan, pengawasan termasuk di dalamnya dinamisasi, karena ini perlu effort untuk analisis laporan keuangan, diskusi dengan WP, belum tentu dia oke saja. Ada alasan masing-masing,” ungkapnya.

Ketua Hipmi Tax Center Ajib Hamdani mengatakan, perlu kejelasan lebih lanjut terkait ini. Pasalnya, PPh pasal 25 kalau sudah akhir tahun begini, tidak bisa dipaksakan untuk diubah. Namun, memang ada kondisi yang memungkinkan hal itu. “Bisa dengan beberapa kondisi,” katanya.

Ia sendiri menganggap, akhir tahun Ditjen Pajak mengeluarkan extra effort untuk mendongkrak penerimaan ini adalah hal wajar apabila konteks extra effort-nya masih dalam koridor aturan,

“Dinamisasi setoran pajak akan terjadi seiring dengan sistem perpajakan yang dianut di Indonesia,” ujarnya.

Oleh karena itu, WP harus siap dengan aspek pajaknya karena filosofi pajak sendiri adalah self-assessement. “Kita perlu menghitung pajak dengan benar,” ucapnya.

Ketua Umum Kadin, Rosan P Roeslani juga menyampaikan bahwa terkait dinamisasi ini memang kalau perusahaan untung, harus membayar keuntungan tersebut dan dicicil setiap bulannya. Namun, ia tidak mengetahui persis soal ini.

“Saya belum liat aturannya. Belum berani berkomentar, tapi kalau perusahaan untung kita harus membayar tahun lalu berapa, kita mesti ada cicilan tiap bulan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×