kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Apemindo Gugat UU Minerba ke MK


Kamis, 23 Januari 2014 / 20:44 WIB
Apemindo Gugat UU Minerba ke MK
ILUSTRASI. Kontan - J Trust Bank Kilas Online


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Gelombang protes dari kalangan pengusaha terhadap pelaksanaan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara terus berdatangan. Sekitar sembilan pemberi kuasa secara resmi telah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus meminta fatwa dari Mahkamah Agung (MA). 

Adapun pihak yang mengajukan uji materi dengan tanda terima MK Nomor 1126-0/PAN.MK/I/2014 di antaranya, Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo), PT Harapan Utama Andalan, PT Pelayaran Eka Ivanajasa, Koperasi TKBM Kendawangan Mandiri, dan PT Pundi Bhakti Khatulistiwa. Kuasa hukum para pemohon salah satunya yaitu Refly Harun, pakar hukum tata negara. 

Ladjiman Damanik, Direktur Eksekutif Apemindo mengatakan, pihaknya memohon kepada MK untuk menguji Pasal 102 dan 103 UU Minerba karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945. "UU Minerba hanya meminta pengendalian ekspor, tapi pemerintah justru melarang ekspor mineral mentah (ore), sehingga pengusaha yang belum siap merasa dirugikan," kata dia kepada KONTAN, Kamis (23/1). 

Dalam uji meteri tersebut, Apemindo menilai pemerintah keliru menafsirkan kedua pasal UU Minerba sebagai dasar palarangan ekspor ore. Di mana, Pasal 103 UU Minerba menjadi dasar penerbitan dua aturan pelaksanaan berupa PP Nomor 1/2014 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1/2014 yang secara tegas melarang kegiatan ekspor ore. Kedua aturan tersebut diterbitkan pemerintah pada 11 Januari 2014 lalu. 

Alhasil, sejak 12 Januari, sejumlah perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) terpaksa menghentikan aktivitas operasionalnya lantaran terhambat kegiatan ekspor sedangkan permintaan di dalam negeri masih nihil. Padahal, kata Ladjiman, seharusnya pelarangan ekspor ore serta kewajiban kegiatan pemurnian di dalam negeri yang dimulai tahun 2014 ini khusus diperuntukkan bagi kontrak karya (KK). 

Pelarangan ekspor tersebut turut berdampak buruk pada perusahaan penunjang seperti penyewaan kapal maupun perekonomiam daerah sekitar tambang. "Karenanya pengajuan uji meteri kami ke MK tidak hanya dari perusahaan tambang, namun juga datang dari perusahaan pelayaran maupun masyarakat sekitar," kata dia. 

Apemindo juga telah menyiapkan berbagai saksi yang bakal menguatkan uji materi tersebut. Misalnya, Saidi Isra selaku ahli tata hukum tata negara, Fasial Basri selaku pengamat ekonomi, serta Simon Sembiring selaku mantan Direktur Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Kementerian ESDM yang turut serta dalam perancangan UU Minerba. 

Menurut dia, pihaknya sengaja tidak menggugat PP Nomor 1/2014 dan Permen ESDM Nomor 1/2014 ke MA karena belajar dari pengalaman gugatan serupa yaitu Permen ESDM Nomor 7/2012 yang seakan dianggap angin lalu oleh pemerintah, meskipun MA telah mencabut aturan tersebut. "Kami meminta fatwa ke MA terkait kebijakan pemerintah berupa larangan ekspor ore," kata Ladjiman.   

Dede Ida Suhendra, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM menyambut dingin protes dari pengusaha. Menurut dia, pengajuan uji materi merupakan hak warga negara yang juga harus dihormati. 

Natsir Mansur, Ketua Asosiasi Tembaga Emas Indonesia (ATEI) mengatakan, UU Minerba bersama dua aturan turunannya yaitu PP Nomor 1/2009 dan Permen ESDM Nomor 1/2014 sudah bagus dalam mengatur kegiatan usaha pertambangan. "Dua aturan turunan UU Minerba sudah cukup bagus, namun pungutan bea keluar yang merugikan pengusaha," ujar dia. 

Dia mengapresiasi langkah pemerintah yang memperkenankan ekspor mineral olahan tanpa pemurnian (konsentrat) untuk bisa diekspor hingga 2017. Tapi, dia menyayangkan, Kementerian Keuangan justru tetap menghambat pengusaha untuk bisa tetap berproduksi lantaran punguatan bea keluar progresif. 

Sekarang ini, ATEI sudah mengajukan surat protes kepada Kementerian Keuangan untuk merevisi besaran bea ekspor. "Kami meminta pemerintah mengubah tarif bea keluar konsentrat tembaga yang semula 25% menjadi 2% di tahun 2014. Di tahun 2015, naik jadi 4% dan selanjutnya naik 8%," ujar Natsir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×