kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

YLKI: Hilangkan disparitas harga elpiji


Senin, 19 Desember 2016 / 17:14 WIB
YLKI: Hilangkan disparitas harga elpiji


Reporter: Teodosius Domina | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, salah satu penyebab utama maraknya pengoplosan elpiji 3 kilogram (kg) ke tabung elpiji 12 kg adalah disparitas harga. Oleh sebab itu, cara yang bisa dilakukan adalah dengan menghilangkan perbedaan harga kedua jenis elpiji tersebut.

Menurutnya, menjadikan kedua elpiji satu harga, bukan berarti menghapuskan subsidi bagi keluarga miskin, tetapi subsidi bisa langsung ditujukan kepada keluarga miskin tersebut, tidak melalui subsidi barang seperti saat ini.

"Subsidinya memang harus langsung ke orang, bukan ke barang. Sebab terbukti bahwa subsidi ke barang pengawasannya susah,” kata Pengurus Harian YLKI Daryatmo, Senin (19/12).

Dalam subsidi langsung tersebut, hanya masyarakat yang berhak, yang bisa membeli elpiji 3 kg. Caranya, lanjut Daryatmo, bisa dengan mempergunakan kartu yang harus selalu dibawa ketika mereka membeli elpiji 3 kg. Distribusi tertutup semacam ini, kata Daryatmo, memperkecil peluang elpiji 3 kg tidak tepat sasaran dan mencegah terjadinya pengoplosan.

Menurut Daryatmo, subsidi kepada barang yang terjadi selama ini, memang mempersulit pengawasan dan menjadi pemicu pengoplosan. Dalam hal ini, para pengoplos bisa membeli tabung kosong dan melakukan pengoplosan.

Sedangkan pemasaran yang dilakukan adalah secara keliling dan tidak melalui pangkalan atau agen. “Apalagi, meski elpiji 3 kg ditujukan untuk keluarga miskin, namun Keppres-nya disebut untuk rumah tangga. Jadi tidak salah juga jika bukan orang miskin pun bisa membeli. Jadi dari sisi regulasi juga harus diperbaiki,” kata Daryatmo.

Koordinator Indonesia Energy Watch (IEW) M. Adnan Rarasina juga sependapat bahwa perbedaan harga elpiji 3 kg bersubsidi dan elpiji 12 kg non subsidi, menjadi penyebab utama pengoplosan.

Apalagi, meski mekanisme distribusi yang dilakukan Pertamina sudah tepat, namun para pengoplos ternyata selalu mencari celah untuk melakukan pengoplosan. “Disparitas harga itulah yang memicu masyarakat untuk mengoplos, karena keuntungan yang didapat memang besar,” kata dia.

Untuk itu pula, Adnan setuju jika disparitas harga antara elpiji 3 kg dan 12 kg dihilangkan. Sedangkan untuk subsidinya, bisa dialihkan langsung kepada masyarakat agar lebih tepat sasaran.

Tidak seperti saat ini, lanjut dia, ketika banyak keluarga dari kalangan menengah dan bahkan atas, yang juga bisa mengakses LPG 3 Kg. “Elpiji 3 kg adalah hak rakyat miskin. Maka, perbaikan sistem dan mekanisme distribusi agar subsidi itu lebih tepat sasaran dan agar tidak terjadi pengoplosan, harus kita dukung,” jelasnya.

Di sisi lain, Adnan juga mengatakan, aparat penegak hukum juga harus menindak tegas para pelaku pengoplosan. Pasalnya, selain mengambil hak subsidi masyarakat miskin, tindakan tersebut juga sangat berbahaya dan mengabaikan faktor keamanan. “Ini persoalan serius. Bahkan, kalau perlu pemerintah juga membentuk semacam tim saber pungli bagi tindakan pengoplosan,” kata Adnan. 

Pengoplos elpiji  sendiri, memang selalu marak. Baru-baru ini, polisi menangkap tiga tersangka di sebuah gudang di Kelurahan Jatibening Pondok Gede, Kota Bekasi. Ketiganya dibekuk, ketika sedang asyik memindahkan gas elpiji 3 kg ke tabung gas 12 kg. 

Beberapa waktu lalu, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri juga mengungkapkan, kasus pengoplosan elpiji di Bantar Gebang, Bekasi telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2,7 miliar per bulan.

Menurut Kabareskrim, Komjen Pol. Ito Sumardi, kerugian tersebut berasal dari pengoplosan elpiji bersubsidi 3 kg ke tabung 12 kg dan 50 kg yang tidak bersubsidi. Selain itu, kerugian juga diakibatkan pengurangan berat gas, misalnya dari yang seharusnya 12 kg hanya diisi 9 atau 10 kg saja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×