kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Waspadai risiko shortfall pajak melebar hingga akhir tahun 2019


Selasa, 16 Juli 2019 / 19:50 WIB
Waspadai risiko shortfall pajak melebar hingga akhir tahun 2019


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  YOGYAKARTA. Shortfall (kekurangan) nampaknya masih membayang-bayangi penerimaan pajak sampai akhir tahun ini. Kementerian Keuangan (Kemkeu) melaporkan penerimaan pajak di semester I tahun ini melorot. Hal ini terlihat dari pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 5,4%. Sementara, di periode sama 2018 bisa tumbuh hingga 14,3%.

Data tersebut menjadi tolok ukur kinerja pendapatan pajak, yang bisa memengaruhi sampai dengan akhir 2019. Pengamat pajak DDTC Bawono Kristiaji mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai risiko shortfall pajak cukup lebar sampai akhir tahun ini.

Baca Juga: Penerimaan pajak seret di paruh pertama 2019, ini saran ekonom Indef

Shortfall pajak merupakan kondisi di mana realisasi penerimaan pajak lebih rendah dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau APBN Perubahan.

Menurut Bawono, shortfall yang semakin melebar tersebut tidak bisa dilepaskan dari tantangan eksternal terutama perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Di mana perang dagang itu berdampak pada perlambatan ekonomi global.

Baca Juga: Indef: Penurunan PPh Badan berpotensi lebarkan shortfall penerimaan pajak

Hal tersebut berpengaruh pada kinerja penerimaan pajak melalui beberapa hal. Ada tiga aspek di dalamnya pertama, ketergantungan global atas supply barang-barang China yang mengakibatkan kinerja ekspor serta industri pengolahan melemah. Padahal selama ini kontribusi pajak dari industri pengolahan cukup signifikan.

Kedua, melemahnya kinerja perdagangan dan konsumsi. Ini terutama bisa ditinjau dari sektor Pajak Penambahan Nilai (PPN) yang melambat baik dalam negeri maupun atas PPN impor.

Baca Juga: Penerimaan negara menunjukkan sinyal mengkhawatirkan

Ketiga, harga komoditas menurun terutama harga kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan batubara. Sehingga, kinerja dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA) dan kinerja perusahaan di sektor komoditas melemah.

Secara umum, Bawono mengamati kebijakan yang harus ditekankan adalah daya saing dan relaksasi terutama di sisi investasi maupun perdagangan.

Baca Juga: Kinerja APBN Membaik Per Mei, Namun Pertumbuhan Penerimaan Negara Masih Lambat

Dalam urusan pajak, perluasan basis pajak masih perlu dikembangkan. “Misalnya meningkatkan jumlah Wajib Pajak (WP) dan memperkuat ketentuan anti-penggerusan basis pajak,” kata Bawono kepada Kontan.co.id, Selasa (16/7).

Dia menambahkan, agar mengurangi shortfall pajak, pemerintah perlu memperkuat administrasi pemungutan pajak seperti melalui digitalisasi pengolahan basis data, kerjasama pertukaran informasi hingga penegakan hukum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×