Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memastikan akan mengembalikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2023 kembali sesuai ketentuan yakni di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, tujuan mengembalikan defisit itu agar APBN pada tahun depan kembali normal, setelah sebelumnya bekerja lebih keras akibat menghadapi guncangan pandemi Covid-19.
Untuk diketahui, defisit APBN 2023 ditetapkan sebesar 2,84% dari PDB atau secara nominal sebesar Rp 598,2 triliun. Secara bertahap Defisit APBN telah menurun dari 6,14% pada tahun 2020, menjadi 4,57% dalam APBN Tahun 2021, dan turun menjadi 4,50% dalam Perpres 98 Tahun 2022.
Baca Juga: Hati-hati, Debt Service Ratio (DSR) Tahun 2023 Mungkin Bengkak hingga 30%
“Bagaimana caranya membuat APBN defisitnya kembali ke bahwa 3 persen? Caranya adalah dengan melihat lagi struktur perekonomian dan struktur dari APBN berupa penerimaan maupun belanja negara,” tutur Suahasil dalam agenda Simposium Nasional Keuangan Negara, Rabu (26/10).
Optimisme mengembalikan defisit di bawah 3% dari PDB juga sejalan dengan sudah makin membaiknya kondisi ekonomi pada tahun ini. Menurutnya, saat ini masyarakat sudah mulai percaya diri melakukan kegiatan ekonomi sehingga penerimaan negara mengalami peningkatan.
Adapun defisit APBN merupakan selisih kurang antara pendapatan negara dan belanja negara dalam tahun anggaran yang sama. Tahun depan anggaran pendapatan negara dipatok sebesar Rp 3.061 triliun, sedangkan belanja negara dianggarkan sebesar Rp 2.246,5 triliun serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp 814,7 triliun.
Baca Juga: Strategi Pemerintah Gunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk Sumber Pembiayaan APBN
“Kita lihat belanja negara tetap meningkat namun dalam rangka memastikan bahwa defisit bisa kita turunkan di bawah 3% pada tahun 2023, belanja negara yang nantinya menjadi nilai di atas Rp 3.000 triliun tentu harus kita lakukan efisiensi efisiensi belanja,” jelasnya.
Efisiensi yang dimaksud adalah dengan memprioritaskan belanja yang diarahkan untuk melindungi masyarakat utamanya dalam melawan guncangan perekonomian global, dan juga untuk mendorong pemulihan ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News