Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rasio pembayaran utang atau debt to service ratio (DSR) pada tahun 2023 berpotensi meningkat. Hal ini seiring dengan meningkatnya ketidakpastian global yang juga berpengaruh pada Indonesia.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira memperkirakan, DSR Indonesia pada tahun depan akan berada di kisaran 25% hingga 30%, atau naik dari posisi akhir yang dicatat oleh Bank Indonesia (BI) pada tahun 2021, yaitu sebesar 21,71%.
“Kondisi tahun 2023 cukup dinamis, ada game changer dari moderasi harga komoditas, pelebaran defisit APBN, pelemahan kurs rupiah, hingga tekanan naiknya suku bunga, dan ketidakpastian global. Ini menjadi tambahan beban kemampuan membayar utang,” terang Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (24/10).
Baca Juga: Berikhtiar untuk Menyelamatkan Ekonomi RI dari Ancaman Resesi
Bhima juga menekankan, kondisi tahun 2023 nanti akan sangat berbeda dengan kondisi 2021 maupun 2022. Pada tahun lalu dan tahun ini, Indonesia mendapatkan windfall profit dari kenaikan harga komoditas.
Tambahan devisa dari sektor komoditas dan moncernya ekspor, mendorong DSR sempat mengalami penurunan pada tahun 2021. Dari sisi anggaran pemerintah pun, sampai saat ini penambahan utang luar negeri cenderung melambat karena kinerja APBN terus surplus.
Namun, pada tahun 2023, dengan ketidakpastian yang terjadi, maka pemerintah berlu sangat berhati-hati dalam menjaga kemampuan membayar utang.
“Yang terpenting, fundamental ekonomi dijaga, dari sisi industri bernilai tambah dan berorientasi ekspor perlu didorong. Pemerintah juga perlu menerapkan disiplin fiskal untuk mengendalikan DSR,” tandas Bhima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News