kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.360.000   27.000   1,16%
  • USD/IDR 16.715   30,00   0,18%
  • IDX 8.367   -24,72   -0,29%
  • KOMPAS100 1.159   -1,24   -0,11%
  • LQ45 843   -2,18   -0,26%
  • ISSI 291   1,30   0,45%
  • IDX30 442   -1,53   -0,35%
  • IDXHIDIV20 510   -0,87   -0,17%
  • IDX80 130   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 138   0,07   0,05%
  • IDXQ30 140   -0,19   -0,13%

Wakil Rakyat Asal Papua Desak Perusahaan Tambang Berdayakan Masyarakat Lokal


Kamis, 21 Agustus 2025 / 15:54 WIB
Wakil Rakyat Asal Papua Desak Perusahaan Tambang Berdayakan Masyarakat Lokal
ILUSTRASI. Panorama puncak Grasberg, wilayah bekas tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Wakil rakyat asal Papua melontarkan kritik keras kepada perusahaan tambang yang beroperasi di Tanah Papua karean tak gunakan sumber daya lokal.


Reporter: TribunNews | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Para wakil rakyat asal Papua melontarkan kritik keras kepada perusahaan tambang yang beroperasi di Tanah Papua yang enggan menggunakan pekerja dan industri lokal dalam operasional pertambangannya.

Pemerintah pusat pun diminta memberikan perhatian serius atas ketidakadilan yang diterima masyarakat Papua.

Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Papua Barat Daya, Robert J. Kardinal menuturkan saat ini ada kecenderungan perusahaan-perusahaan tambang besar di Papua seperti PT Freeport Indonesia, BP LNG Tangguh, Genting Oil, dan PT Gag Nikel di Raja Ampat (anak usaha PT Antam), lebih memprioritaskan pelaku industri dan tenaga kerja dari luar.
 
“Mereka kerja sama dengan perusahaan-perusahaan dari luar Papua. Padahal semua pengurusnya (Direksi dan Komisaris) itu dikontrol pemerintah pusat,” kata Robert kepada wartawan di Jakarta, Kamis (21/8/2025).

Baca Juga: Ekonom Soroti Dampak Negatif Penambangan Nikel di Raja Ampat, Papua

Robert menilai perusahaan-perusahaan besar tersebut pada umumnya bekerjasama dengan pengusaha-pengusaha dari luar Papua, untuk mendapatkan fasilitas istimewa dalam operasional mereka.

Fasilitas Istimewa tersebut berupa tenaga kerja dan pelaku industri, dalam hal ini kontraktor, yang ternyata setelah ditelusuri, sama sekali tidak memberdayakan pekerja dan pengusaha orang asli Papua.

“Sehingga yang terjadi, daerah cuma dapat dana bagi hasil (DBH) dari Pemerintah Pusat,” ungkapnya. 

Situasi ini pula, lanjut anggota Komisi IV DPR ini, membuat hadirnya perusahaan tambang di Papua, sama sekali tidak memberi dampak signifikan kepada perekonomian daerah.

Akhirnya Papua tetap menjadi provinsi termiskin dari 34 Provinsi.

Baca Juga: Cek Daftar 10 Tambang Tembaga Terbesar Dunia, Grasberg di Papua Urutan Berapa?

Sebab ribuan tenaga kerja yang didatangkan justru berasal dari luar Papua. Begitu juga, pelaku industri tambang yang masuk ke Papua seluruhnya berasal dari Jakarta.
 
“Lantas Papua dapat apa? Pemerintah daerah juga tidak dapat pajak, tidak dapat apa-apa. Sementara masalah lapangan kerja, hak untuk berusaha, itu masyarakat dan pelaku usaha di Papua tidak menikmati apa-apa,” ujarnya.

Bagi Robert, hal ini sangat tidak adil.Sebab ruang bagi daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya menjadi sangat terbatas. Sehingga yang terjadi, daerah hanya mengandalkan DBH sebagai ruang fiskal dalam membangun daerahnya. 

Untuk itu, dia meminta Pemerintah melalui SKK Migas dan BPH Migas untuk mendorong mendukung pengembangan potensi lokal dalam operasional tambang di Papua, terutama penggunaan tenaga kerja lokal dan kerjasama dengan industri lokal.

Baca Juga: Kisruh Tambang Raja Ampat, Gubernur Papua: Pemberitaan Itu Hoaks

“Saya harap Presiden Prabowo bisa merubah semua ini. Stop pekerja dan kontraktor dari luar. Stop juga bahan makanan dan kebutuhan logistik dari luar,” ujarnya. 

Robert juga mendorong agar perusahaan tambang besar di Papua tidak hanya mengeruk untung dari sumber daya alam, namun abai terhadap kewajiban sosialnya membangun sumber daya manusia di Papua.

Untuk itu, dia mendorong agar dana Corporate Social Responsibility (CSR) dapat diarahkan mayoritas untuk kesehatan dan beasiswa pendidikan anak-anak Papua. 

“Karena begitu sumber daya alam habis, merekalah generasi-generasi yang bisa menyelamatkan sumber daya alam Papua," tambahnya.
 

Hal senada dilontarkan Senator Papua Barat Filep Wamafma.

Filep mendesak Pemerintah untuk mengintervensi kebijakan penerimaan tenaga kerja agar berpihak pada tenaga kerja asal Papua.

Hal ini merespons keluhan dan aspirasi Serikat Pekerja LNG Tangguh (SPLT) dan Solidaritas Pekerja Papua di LNG Tangguh Provinsi Papua Barat terkait permasalahan rekrutmen tenaga kerja operator kilang yang dinilai tidak berpihak dan terindikasi diskriminatif terhadap pekerja asal Papua.

Baca Juga: Cek Daftar 10 Tambang Tembaga Terbesar Dunia, Grasberg di Papua Urutan Berapa?

“Di momen HUT RI ke-80 tahun ini, saya meminta bapak Presiden Prabowo untuk memperhatikan kehendak dan aspirasi masyarakat pekerja asal Papua yang saat ini terindikasi diperlakukan diskriminatif oleh BP Tangguh. Polemik rekrutmen ini sangat krusial karena menyangkut hak-hak dasar orang Papua terutama untuk berkehidupan layak di atas tanahnya sendiri, masyarakat harus mendapat kesempatan kerja atas pengelolaan SDA yang diambil dari tanah Papua di Bintuni,” ujar Filep.

Filep bilang, Pemerintah melalui SKK Migas sejatinya memiliki hubungan penting dengan operasional LNG Tangguh sebagai pengawas dan regulator kegiatan hulu migas di Teluk Bintuni. Terlebih proyek LNG ini adalah program strategis Pemerintah saat ini. 

“Maka dalam domain ini, negara harus hadir mengawal komitmen dan keberpihakan terhadap masyarakat lokal sesuai Amdal,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ketua Komite III DPD RI itu menekankan agar pemerintah tegas mengutamakan kepentingan rakyat atas korporasi dengan langkah bijaksana. Menurutnya, pembangunan kapasitas SDM pekerja asal Papua harus menjadi agenda rutin dan prioritas sebagai wujud kaderisasi dan regenerasi internal BP Tangguh.

Baca Juga: Penjelasan Gubernur Papua Barat Daya dan Bupati Soal Tambang Nikel Raja Ampat

Apalagi pihaknya menerima menerima keluhan bahwa syarat dan kualifikasi penerimaan teknisi atau operator kilang terlalu tinggi dimana syarat pengalaman kerja minimal 6 tahun untuk Sarjana dan 8 tahun untuk D-III.

Baginya, syarat Ini menutup peluang bagi tenaga kerja Papua masuk maupun pekerja untuk naik posisi pada level senior teknisi. 

“Kami akan mengawal dan menyampaikan persoalan ini kepada kementerian/lembaga berwenang untuk segera ditindaklanjuti. Kami berharap, semua stakeholder terkait tetap berkomitmen mengawal keberpihakan kepada masyarakat lokal agar tetap berjalan konsisten dan berkelanjutan di semua sektor,” tambahnya.


Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul DPR dan DPD RI Desak Pelaku Usaha Tambang di Papua Berdayakan Masyarakat serta Industri Lokal, https://www.tribunnews.com/bisnis/2025/08/21/dpr-dan-dpd-ri-desak-pelaku-usaha-tambang-di-papua-berdayakan-masyarakat-serta-industri-lokal?page=all.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×