Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan terus menuai polemik.
Menurut akademisi Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI), rencana revisi PP 109/2012 sebaiknya tidak dilanjutkan karena tidak memiliki urgensitas dan sarat akan adanya intervensi asing yang mengganggu kedaulatan negara.
Pakar Hukum Internasional sekaligus Rektor UNJANI Hikmahanto Juwana mengatakan, industri hasil tembakau banyak menopang lapangan kerja, kehidupan masyarakat dan juga perekonomian nasional.
Dia melihat ada pihak-pihak yang berupaya mengganggu kedaulatan negara berkaitan dengan Industri Hasil Tembakau (IHT) dengan mendorong revisi PP 109/2012. Belakangan, ada LSM luar negeri yang berupaya untuk mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Baca Juga: Pelaku usaha menilai Sergub DKI No 8 Tahun 2021 memberikan ketidakpastian usaha
"Pemerintah sendiri sangat teguh untuk tidak mau diatur oleh negara lain ataupun LSM asing tersebut. Tapi bukannya tidak mungkin bahwa LSM asing ini menggunakan kekuatan uangnya untuk mempengaruhi pemerintah dalam membuat kebijakan,” ungkap Hikmahanto dalam keterangannya, Selasa (36/10).
Di Indonesia sendiri, kata Hikmahanto, khususnya berkenaan dengan IHT, dari aspek kesehatan sudah ada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang mana sudah ada aturan turunannya seperti PP 109/2012.
Pengaturan yang lebih rendah berupa Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dan Peraturan Daerahnya juga sudah banyak.
“Kalau bicara soal kesehatan saya setuju untuk diselesaikan. Tapi ini ada LSM asing yaitu Bloomberg Philanthropies yang menyalurkan uang kepada LSM lokal untuk mendorong projek-projek yang ingin mematikan Industri Hasil Tembakau. Ini yang saya tidak setuju,” kata Hikmahanto.