kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Voice of Indonesia gelar diplomatic forum untuk hormati jasa BJ Habibie bagi pers


Rabu, 26 Februari 2020 / 15:14 WIB
Voice of Indonesia gelar diplomatic forum untuk hormati jasa BJ Habibie bagi pers
ILUSTRASI. Voice of Indonesia gelar diplomatic forum untuk hormati jasa BJ Habibie, Rabu (26/4).


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebebasan pers di Indonesia lahir setelah Orde Baru tumbang pada 1998  dan munculnya pasal 28 F UUD 1945, melalui amandemen kedua yang menjamin setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. 

Serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan mengungkapkan segala jenis saluran  yang tersedia. Kebebasan  pers ini kemudian ditegaskan lagi lewat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Baca Juga: Jokowi pastikan belum akan lakukan reshuffle kabinet

Bacharuddin Jusuf Habibie mengambil andil besar dalam mewujudkan kebebasan pers di Indonesia. Saat menjabat presiden ke-3 RI, Habibie mengesahkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Direktur Voice of Indonesia Agung Susatyo mengatakan bahwa Habibie telah mengambil langkah penting dalam mendorong proses demokratisasi di Indonesia. “Mustahil kita bisa berbicara tentang demokrasi jika pers masih terkekang,” kata dia dalam keterangannya, Rabu (26/2).  

Peran pers sebagai pilar demokrasi terus mendapat tantangan. Peningkatan Indeks Kebebasan Pers, tekanan terhadap awal media hingga munculnya fenomena hoax kerap muncul dipermukaan. Agung Susatyo mengatakan tantangan ini harus dijawab bersama oleh semua pihak, baik media, pemerintah dan masyarakat. 

“Warisan dari pak Habibie dalam bentuk kebebasan pers ini harus kita rawat dan kita pelihara. Tantangan itu akan terus ada tapi kita harus mampu menjawabnya,” tegasnya. 

Baca Juga: Kasus virus corona di Korsel meningkat, berikut pernyataan KBRI Seoul

Baharuddin Jusuf Habibie wafat pada 11 September 2019 lalu. Habibie dinilai meninggalkan warisan besar bagi kemajuan demokrasi Indonesia dalam bentuk kebebasan pers. Jasa ini akan senantiasa menjadi kenangan manis bagi bangsa Indonesia.

Untuk menghormati jasa BJ Habibie sebagai Bapak Kebebasan Pers Indonesia, Voice of Indonesia bekerjasama dengan Dompet Dhuafa, Republika dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menyelenggarakan gelar wicara Diplomatic Forum dengan tema Freedom of the Press, A Tribute to BJ Habibie, di Auditorium Jusuf Ronodipuro, Gedung RRI Jakarta, Rabu, 26 Februari 2020.

Diplomatic Forum menampilkan pembicara yaitu Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informartika Niken Widiastuti, Duta Besar Jerman untuk Indonesia Dr. Peter Schoof, John Nickell, Kepala Media dan Komunikasi Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)  Atal Sembiring, dan Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi.

Baca Juga: Gara-gara kasus pria Jepang, banyak yang cemas soal kemampuan deteksi virus corona RI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×