kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.948.000   47.000   2,47%
  • USD/IDR 16.541   37,00   0,22%
  • IDX 7.538   53,43   0,71%
  • KOMPAS100 1.059   10,21   0,97%
  • LQ45 797   6,35   0,80%
  • ISSI 256   2,43   0,96%
  • IDX30 412   3,30   0,81%
  • IDXHIDIV20 468   1,72   0,37%
  • IDX80 120   1,05   0,88%
  • IDXV30 122   -0,41   -0,34%
  • IDXQ30 131   0,79   0,61%

UU listrik dianggap salahi konstitusi


Rabu, 05 Agustus 2015 / 16:45 WIB
UU listrik dianggap salahi konstitusi


Reporter: Agus Triyono | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Undang- Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dipermasalahkan. Ahmad Daryoko, Ketua Pembina Serikat Pekerja PT PLN (Persero) mempermasalahkan UU tersebut dengan menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi.

Daryoko menilai, UU tersebut syarat kepentingan asing. Kepentingan tersebut salah satunya terlihat dari poin 77 Letter of Intent antara IMF dengan Indonesia pada Januari 2000 lalu.

Daryoko mengatakan, poin penting dalam letter of intent tersebut adalah membuka kebijakan restrukturisasi sektor ketenagalistrikan yang menuju komersialisasi tarif listrik, peningkatan efesiensi dan memperkenalkan investasi swasta.  Selain itu, gugatan juga dilakukan karena dia menilai keberadaan UU tersebut bisa berpotensi membuka peluang liberalisasi tarif listrik bagi masyarakat.

Penilaian tersebut, utamanya dialamatkan terhadap Pasal 10 ayat 2 yang mengatur ketentuan bahwa usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang meliputi usaha penyediaan pembangkit listrik, transmisi tenaga listrik, distribusi tenaga listrik dan penjualan tenaga listrik dapat dilakukan secara terintegrasi. Daryoko mengatakan, kalau dibiarkan, ketentuan tersebut bisa merugikan masyarakat.

Pasalnya, dengan menggunakan ketentuan Pasal 10 ayat 2 UU Ketenagalistrikan tersebut  usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum tidak wajib dilakukan secara terintegrasi. Dan ketentuan tersebut bisa membuka celah penerapan sistem unbundling atau pemecahan fungsi penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum ke dalam badan usaha yang berbeda- beda.

"Dengan unbundling system ini, tidak ada lagi penguasaan negara yang ada badan usaha, walaupun dalam UU Ketenagalistrikan dikatakan negara akan atur tarif, kalau sudah diusahakan badan usaha berbeda-beda bagaimana bisa," kata Daryoko di Gedung MK Rabu (5/8).

Atas dasar itulah, Daryoko karena itu meminta MK untuk mengabulkan gugatan yang diajukannya dengan menyatakan UU Ketenagalistrikan inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×