kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Utang pemerintah naik menjadi Rp 6.570,17 triliun per akhir Juli 2021


Selasa, 31 Agustus 2021 / 10:31 WIB
Utang pemerintah naik menjadi Rp 6.570,17 triliun per akhir Juli 2021
ILUSTRASI. Petugas menata tumpukan uang. Utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 40,51% per Juli 2021


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto

Pertama, memanfaatkan fleksibilitas instrumen utang dengan pinjaman luar negeri yang biayanya lebih efisien, konversi pinjaman ke pinjaman dengan biaya murah dan risiko yang rendah, serta melakukan debt swap.

Debt swap artinya membayar utang dengan cara menukarnya menjadi program pembangunan tertentu yang menjadi perhatian negara donor.

Baca Juga: Pemerintah mengejar aset piutang BLBI

Kedua, dari sisi penerbitan SBN, pemerintah berupaya untuk menerbitkan SBN dengan biaya yang efisien dan memanfaatkan dukungan Bank Indonesia sebagai standby buyer.

Selain itu, juga melakukan liabilities management untuk menekan biaya utang di masa depan yang secara tidak langsung berdampak mengurangi jumlah utang.

Ketiga, pemerintah menjaga komposisi utang domestik lebih besar daripada utang valuta asing. Selain pinjaman luar negeri yang memang direncanakan lebih kecil porsinya, kepemilikan SBN oleh asing sudah jauh menurun.

Melihat lebih rinci, hingga 4 Agustus posisi kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) oleh investor asing hanya sebesar 22,56%, sedangkan pemegang SBN terbesar adalah bank domestik sebesar 32,23%.

Keempat, untuk mendukung kelanjutan pembangunan infrastruktur di Indonesia, pemerintah terus mengupayakan berbagai alternatif pembiayaan kreatif dan inovatif sehingga diharapkan dapat mengurangi beban APBN seperti melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) serta blended financing.

Meski demikian, pemerintah akan tetap memantau berbagai faktor risiko yang perlu diwaspadai. Beberapa di antaranya adalah akses dan kecepatan vaksinasi yang belum merata sehingga pengendalian pandemi dan pemulihan ekonomi menjadi tidak seragam.

“Munculnya virus Corona varian Delta dan masih fluktuatifnya kasus Covid-19 berkorelasi kuat terhadap perkembangan ekonomi yang masih terus bergejolak,” tulis Kemenkeu.

Baca Juga: Neraca Pembayaran Indonesia kuartal kedua berbalik defisit US$ 400 juta, CAD melebar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×