kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.943.000   -7.000   -0,36%
  • USD/IDR 16.305   31,00   0,19%
  • IDX 7.096   -60,27   -0,84%
  • KOMPAS100 1.033   -10,63   -1,02%
  • LQ45 790   -9,82   -1,23%
  • ISSI 231   -1,43   -0,62%
  • IDX30 411   -3,75   -0,91%
  • IDXHIDIV20 482   -3,91   -0,80%
  • IDX80 116   -1,22   -1,05%
  • IDXV30 119   -0,82   -0,68%
  • IDXQ30 132   -1,26   -0,95%

Utang pemerintah Jokowi per Agustus 2021 semakin menggunung, apakah berbahaya?


Kamis, 30 September 2021 / 11:34 WIB
Utang pemerintah Jokowi per Agustus 2021 semakin menggunung, apakah berbahaya?
ILUSTRASI. Utang pemerintah Jokowi per Agustus 2021 semakin menggunung, apakah berbahaya?


Reporter: Adi Wikanto, Bidara Pink | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Utang pemerintah Indonesia yang kini di bawah kendali Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin semakin menggunung. Pemerintahan Jokowi perlu mengerem penambah utang agar utang Indonesia tidak terus meningkat dan membebani APBN.

Berdasarkan publikasi di APBN KiTa September 2021, jumlah utang Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin per akhir Agustus 2021 sebesar Rp 6.625,43 triliun. Jumlah utang Indonesia tersebut meningkat Rp 55,27 triliun dari posisi Juli 2021.

Posisi utang pemerintah Indonesia per Agustus 2021 menunjukkan bahwa rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga akhir bulan laporan sebesar 40,85%. 

Kenaikan utang Indonesia terutama disebabkan adanya kenaikan utang dari Surat Berharga Negara Domestik sebesar Rp 80,1 triliun. Sementara utang Surat Berharga Negara dalam valuta asing mengalami penurunan sebesar Rp15,42 triliun. Hal yang sama terjadi juga untuk Pinjaman dimana terjadi penurunan sebesar Rp9,41 triliun. 

Pemulihan ekonomi Indonesia akibat dampak pandemi Covid-19 hingga saat ini masih berlangsung dan untuk tetap menjaga pengelolaan utang yang hati hati, terukur dan fleksibel di masa pandemi ini langkah langkah pengelolaan utang telah dilakukan Pemerintah diantaranya dengan menjaga komposisi utang Indonesia dari SBN domestik lebih besar daripada utang dalam bentuk valuta asing.

Dalam paparannya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan meski utang Indonesia terus meningkat, tapi masih terkendali. Selain itu, tidak hanya Indonesia yang mengalami peningkatan utang.

Di tengah pandemi Covid-19, hampir semua negara terutama negara berkembang mengalami peningkatan utang akibat adanya peningkatan belanja terutama untuk sektor kesehatan seperti
penyediaan vaksin, infrastruktur kesehatan dan hal lain yang terkait dengan kesehatan serta perlindungan sosial bagi masyarakat.

Sependapat, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan, peningkatan utang pada bulan Agustus 2021 tersebut masih relatif aman dan terukur. Apalagi, di tengah kondisi perjuangan Indonesia melawan Covid-19. 

“Dengan berbagai macam kebutuhan, sosial, kesehatan, posisi ini masih dibenarkan, masih fair. Belum ada lampu merah untuk posisi utang yang saat ini, karena banyak negara juga yang lebih buruk,” ujar Riefky kepada Kontan.co.id, Senin (27/9). 

Meski begitu, Riefky mengingatkan agar Indonesia tetap waspada. Apalagi, mulai akhir tahun ini sudah mulai ada wacana penerapan pengetatan kebijakan moneter (tapering off) dari The Federal Reserve. 

Kalau misal tapering off ini terjadi, maka bukan tak mungkin akan membawa dampak pada kondisi rupiah, sehingga implikasinya pada currency risk dan meningkatkan utang berdenominasi asing.  “Kalau situasinya begini, apalagi kepemilikan SBN ini porsi asing masih besar, bisa saja uang yang kita keluarkan untuk pembayaran bunga utang makin besar,” kata Riefky. 

Baca Juga: Utang pemerintah naik, rasio utang terhadap PDB capai 40,85%

Dalam hal ini, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) juga harus berupaya dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah agar depresiasinya tidak terlalu tinggi. 

Namun, Riefky masih tetap optimistis nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.300 hingga Rp 14.500 per dollar AS di tahun depan, karena kondisi fundamental yang masih baik dan BI masih memiliki bantalan cadangan devisa yang kuat untuk stabilisasi nilai tukar rupiah. 

Selain itu, ini juga dengan catatan kondisi ekonomi Indonesia terus membaik dan tidak ada peningkatan kasus harian signifikan lagi sehingga perekonomian lebih cepat pulih. 

Semoga saja, utang pemerintah Indonesia di bawah kendali Jokowi-Ma'ruf Amin bisa dikurangi bersamaan dengan penurunan kasus Covid-19.

Selanjutnya: 25 Tahun Pasar Modal Indonesia, Tetap Kokoh Melewati Badai Krisis

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×