kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.042.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.445   -7,00   -0,04%
  • IDX 7.867   -18,52   -0,23%
  • KOMPAS100 1.102   -2,88   -0,26%
  • LQ45 800   1,11   0,14%
  • ISSI 269   -0,86   -0,32%
  • IDX30 415   0,50   0,12%
  • IDXHIDIV20 482   1,02   0,21%
  • IDX80 121   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 134   0,17   0,13%

Utang luar negeri naik, Menkeu ingin genjot pajak


Senin, 03 Juli 2017 / 16:27 WIB
Utang luar negeri naik, Menkeu ingin genjot pajak


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Utang luar negeri Indonesia sampai akhir Mei 2017 terus meningkat. Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemkeu) per akhir Mei 2017, total utang pemerintah pusat tercatat mencapai Rp 3.672,33 triliun. Dalam sebulan, utang ini naik Rp 4,92 triliun dibandingkan jumlah di April 2017 yang sebesar Rp 3.667,41 triliun.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dirinya ingin untuk menekan utang pemerintah tersebut, “Saya Menkeu yang sangat ingin supaya pendanaan pembangunan dikurangi (yang sumbernya) dari utang. Maka penerimaan pajak harus dinaikkan," kata Sri Mulyani di kantornya, Senin (3/7).

Agar optimal, penerimaan pajak diupayakan dengan melakukan reformasi sistem perpajakan serta memantau potensi penerimaan dari berbagai aktivitas perekonomian.

Ia melanjutkan, rasio utang Indonesia jika dilihat secara nasional masih sangat terkendali dibandingkan GDP. Pasalnya rasio utang Indonesia masih ada di bawah 30%. Selain itu, defisit negara juga terjaga di bawah 3% jika dibandingkan dengan negara lainnya.

"Defisit Indonesia juga di bawah 3%, kalau dibandingkan negara lain yang dianggap negaranya perform seperti India, defisit kita jauh lebih kecil, apalagi dengan emerging market lain seperti Brasil, Meksiko, Argentina. Indonesia termasuk yang masih relatif hati-hati," ujarnya.

Selain menaikkan penerimaan pajak, Sri Mulyani mengatakan pemerintah juga akan menerapkan pengalokasian belanja secara hati-hati. Saat ini, belanja yang diutamakan adalah belanja pendidikan, kesehatan yang tidak bisa ditunda.

"Jadi entah dari jenis belanjanya maupun dari efisiensi belanjanya yang perlu diperhatikan. Dengan adanya keseimbangan di penerimaan lalu strategi belanja kita harapkan defisit juga terus-menerus bisa ditekan," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×