Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Dunia dalam laporannya yang berjudul International Debt Statistics 2021 mencatat, pada 2019 jumlah utang luar negeri Indonesia sebesar US$ 402,08 miliar atau sekitar Rp 5.940 triliun.
Angka ini tumbuh 5,9% dibanding posisi tahun lalu sebesar US$ 379,58 miliar atau sekitar Rp 5.608 triliun.
Alhasil, pencapaian tersebut menempatkan Indonesia ke dalam 10 negara dengan pendapat kecil-menengah yang memiliki utang terbanyak. Adapun Indonesia berada di peringkat ke-7 setelah China, Brazil, India, Rusia, Meksiko, dan Turki.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin, menyatakan utang pemerintah Indonesia masih aman dan terjaga. Sebab, data tersebut adalah total utang luar negeri, termasuk swasta.
Baca Juga: Terbitkan obligasi berdenominasi dolar AS, China bidik dana segar US$ 6 miliar
Masyita menyampaikan perkembangan terakhir, porsi utang valas per 31 Agustus 2020 masih terjaga di level 29%, sehingga risiko nilai tukar lebih bisa dikelola dengan baik.Kedua, profil jatuh tempo utang Indonesia juga cukup aman dengan average time maturity atau ATM 8,6 tahun per Agustus 2020 dari 8,4 tahun dan 8,5 tahun di tahun 2018 dan 2019.
“Sehingga, kalau melihat dari sisi porsi utang pemerintah saja, dalam jangka panjang risiko fiskal kita masih terjaga karena beberapa alasan. Rata-rata utang pemerintah merupakan utang jangka panjang,” kata Masyita kepada Kontan.co.id, Rabu (14/10).
Masyita juga menyampaikan beberapa strategi pemerintah untuk mengelola utangnya. “Untuk memitigasi risiko fiskal, terutama pada portofolio utang, kita juga melakukannya strategi aktif meliputi buyback, debt switch,dan konversi pinjaman.
Selain itu, secara umum tetap dilakukan manajemen yang baik terhadap waktu jatuh tempo dan pendalaman pasar keuangan,” tambahnya.
Sementara itu, pemerintah juga tengah giat menggarap pasar domestik yang menyasar investor retail dari rakyat Indonesia sendiri. Di antaranya dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) ritel, pengembangan instrumen dan infrastruktur pasar SBN.Ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri.
Baca Juga: Penurunan cadangan devisa diperkirakan masih bisa berlanjut
Di sisi lain, kebijakan pemerintah yang tengah melakukan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)untuk memperkecildampak ekonomi dari pandemiCovid-19 disambut positif investor global.
Masyita yakin tingkat kepercayaan investor kepada Indonesia juga masih cukup tinggi.
Tidak hanya investor global, investor dalam negeri juga giat untuk berinvestasi, hal itu tercermin dari posisi dana pihak ketiga di sektor perbankan juga masih besar.
Data Bank Indonesia (BI) memperlihatkan, jumlah dana nasabah yang tersimpan di perbankan nilainya masih besar. Hingga Agustus 2020, dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp 6.228,1 triliun.
Sementara, berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jumlah masyarakat dengan simpanan di atas Rp5 miliar terus meningkat. Sementara untuk masyarakat dengan simpanan di bawah Rp 100 juta, pertumbuhannya paling kecil dibandingkan nominal simpanan lainnya.
Selanjutnya: Ini alasan cadangan devisa Indonesia bulan September turun US$ 1,8 miliar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News