Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Dunia dalam laporannya yang berjudul International Debt Statistics (IDS) 2021 mencatat, pada 2019 jumlah utang luar negeri (ULN) Indonesia sebesar US$ 402,08 miliar atau sekitar Rp 5.940 triliun. Angka ini tumbuh 5,9% dibanding posisi tahun 2018 sebesar US$ 379,58 miliar atau sekitar Rp 5.608 triliun.
Kepala Ekonom Institute Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan Eric Sugandi mengatakan, posisi ULN Indonesia pada 2020 sudah pasti membengkak seiring dengan peningkatan defisit anggaran yang membutuhkan utang untuk belanja penanganan pandemi Covid-19.
Menurut Eric, IDS tahun depan akan melonjak tajam karena tahun ini pemerintah banyak terbitkan surat utang negara (SUN) yang sebagian dibeli investor asing. Selain itu juga, pemerintah tetap akan tarik pinjaman lembaga internasional untuk pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Baca Juga: BI: Penggunaan tenaga kerja di 3 sektor ini menunjukan perbaikan di kuartal III-2020
Kendati demikian, Eric menilai selama massa pandemi wajar jika pemerintah berutang, termasuk utang luar negeri seiring dengan defisit anggaran yang melonjak. Tren ini pun dialami oleh hampir semua negara di dunia.
Kata Eric, agar kepercayaan investor terhadap Indonesia tetap baik, maka pemerintah musti komitmen agar defisit anggaran tahun ini tetap di 6,31% terhadap produk domestik bruto (PDB). Dan terus melandai di tahun-tahun setelahnya sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
“Sebab, jika target defisit terus dinaikkan dan dibiayai dengan penerbitan SUN lebih besar dari target yang sekarang, ada resiko investor bisa berkurang minatnya,” kata Eric kepada Kontan.co.id, Kamis (14/10).
Eric menambahkan, strategi burden sharing pemerintah dan Bank Indonesia (BI) bisa membantu mengamankan sebagian dari kebutuhan pembiayaan APBN tahun ini dan tahun depan. Sehingga tidak hanya mengandalkan SUN di market, asalkan burden sharing dikelola dengan kehati-hatian. “Saya sendiri melihat bahwa kebutuhan financing APBN tahun ini dan tahun depan akan terbantu oleh penempatan dana oleh perbankan domestik dan inflows investasi portofolio asing ke SUN,” ujar Eric.
Baca Juga: Utang luar negeri Indonesia tembus Rp 5.940 triliun, ini kata staf khusus Menkeu
Dari sisi ULN, Eric memandang inflows ke SUN akan tetap ada karena likuiditas dollar Amerika Serikat (AS) sedang melimpah karena banyak negara maju terutama AS, Uni Eropa, dan Jepang menjalankan quantitative easing dan rezim suku bunga rendah.
Hanya saja, Eric menilai investor global masih wait and see dan belum agresif masuk ke Indonesia. Mereka masih melihat perkembangan kondisi wabah covid-19 dan resesi di Indonesia “Ketika wabahnya mulai terkendali, Indonesia mulai rebound dari resesi, dan kondisi global kondusif, aliran dana asing ke bonds bisa lebih banyak,” ujar Eric.
Selanjutnya: Penurunan cadangan devisa diperkirakan masih bisa berlanjut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News