Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani membeberkan beberapa stimulus yang dibutuhkan industri pariwisata untuk mengurangi beban di tengah Covid-19.
Stimulus pertama, relaksasi pembayaran biaya utilitas listrik dan gas. Hariyadi berharap, tagihan listrik dan gas dibayar sesuai dengan penggunaan. Pasalnya, saat ini pengusaha diharuskan membayar dengan minimum charge.
"Jadi kami justru malah lebih bayar karena membayar lebih dari yang kami gunakan," ujar Hariyadi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panitia kerja (Panja) Pemulihan Pariwisata Komisi X DPR, Selasa (14/7).
Baca Juga: Imbas corona, PHRI catat kerugian hotel dan restoran capai Rp 70 triliun
Kedua, Hariyadi juga berharap adanya relaksasi pajak penghasilan (PPh) 25 atau bebas membayar cicilan bulanan. Pasalnya, banyak hotel dan restoran yang mencatat kerugian di tahun ini.
Ia menjelaskan, saat ini memang sudah ada pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% setiap bulan. Namun, perusahaan justru mencatat kerugian saat ini.
Dengan begitu, hotel dan restoran tetap harus membayar angsuran PPh 25 sebesar 70% setiap bulan. Dia berpendapat, stimulus ini justru merugikan pengusaha.
Ketiga, sektor pariwisata diberikan relaksasi atau pembebasan pajak bumi dan bangungan (PBB).
"Kami mengetahui bahwa daerah itu sangat berharap dari PBB. Tapi juga dapat dimengerti, bahwa dalam kondisi seperti ini kami tidak mendapat manfaat apapun dari aset tersebut. Kami punya hotel tetapi tidak ada tamunya. Jadi itu bangunan tidak ada gunanya juga dari segi komersilnya," tutur Hariyadi.
Hariyadi mengatakan, terkait kebutuhan stimulus ini, PHRI sudah menyurati seluruh gubernur, bupati dan walikota terkait pembebasan PBB di tahun 2020.
Baca Juga: PHRI: Sampai akhir 2020, industri hotel masih sulit penuhi target okupansi