kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,72   -19,77   -2.14%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Usulan relaksasi tarif listrik dan BLT sektor pariwisata masih digodok Kemenkeu


Rabu, 29 Juli 2020 / 13:33 WIB
Usulan relaksasi tarif listrik dan BLT sektor pariwisata masih digodok Kemenkeu
ILUSTRASI. Menteri Pariwisata sudah mengusulkan relaksasi tarif listrik dan bantuan langsung tunai (BLT) karyawan di industri sektor pariwisata.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selain mengajukan agar pajak penghasilan (PPh) pasal 25 dapat diberikan potongan 100%, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio juga mengupayakan adanya relaksasi tarif listrik untuk industri pariwisata dan bantuan langsung tunai (BLT) karyawan di industri sektor pariwisata.

Namun, usulan tersebut kini tengah dibahas di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk lebih detailnya. Pengajuan tersebut tak lain guna mendorong sektor pariwisata untuk dapat kembali pulih setelah terimbas dari adanya pandemi virus corona (Covid-19).

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan usulan tersebut memang sedang dibahas di Kementerian Keuangan. Bagaimana skema dan kapan akan terbit nantinya insentif listrik sektor pariwisata dan BLT bagi karyawan industri pariwisata juga belum dapat disampaikan.

Baca Juga: Ramalan Faisal Basri: Indonesia sulit keluar dari jurang resesi, jika...

"Nanti, masih dibahas untuk hal tersebut (insentif listrik dan BLT sektor industri pariwisata)," kata Askolani saat dihubungi Kontan.co.id pada Rabu (29/7).

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan memang perlu ada relaksasi pembayaran biaya utilities atau penggunaan listrik dan gas untuk sektor industri pariwisata.

Kata Hariyadi, pada prinsipnya pengusaha tentu ingin membayar tagihan listrik dan gas sesuai dengan penggunaan, namun keberatan apabila membayar sebesar minimum charge, lantaran artinya lebih bayar (overpaid). Faktanya kini mayoritas hotel atau lebih dari 90% sudah mencatat kerugian keuangan dan cadangan modal kerja mereka juga juga sudah menipis.

"Kita juga menghadapi biaya listrik dan gas yang sangat memberatkan, karena kita membayar di atas daripada penggunaan atau minimum charge. Diperkirakan pajak bumi dan bangunan (PBB) bulan Agustus juga banyak yang tidak bisa bayar karena kondisi kas bonnya berat," kara Hariyadi dalam diskusi virtual Mid-Year Economic Outlook pada Rabu (28/7).

Beberapa stimulus yang diperlukan sektor pariwisata diantaranya, relaksasi PPH 25 mengingat mayoritas perusahaan di sektor pariwisata khususnya hotel dan restoran mencatat kerugian tahun 2020, relaksasi pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2020, relaksasi pajak reklame, relaksasi iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, perlunya subsidi pemerintah untuk biaya operasional perusahaan, penambahan modal kerja bagi sektor pariwisata.

Haryadi juga berharap belanja operasional pemerintah seperti perjalanan dinas, akomodasi penyewaan ruang pertemuan, katering, dan lainnya agar segera dilaksanakan, dan keberadaan maskapai penerbangan dengan rute penerbangannya agar tetap dipertahankan sebagai penyedia konektivitas antar pulau.

Baca Juga: Pemerintah prioritaskan kredit modal kerja untuk 8 sektor usaha ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×