Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Ambang batas dukungan presiden (presidential threshold) menjadi satu-satunya isu yang masih menjadi kendala kesepakatan pada penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu. Dua partai besar yakni, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), masih dengan lantang menyerukan pendiriannya dalam memandang persentase presidential threshold
Ketua DPP Gerindra, Ahmad Riza Patria mengatakan dengan batasan presidential threshold akan merugikan bangsa Indonesia, Ia bilang, semakin tinggi ambang batas yang ditetapkan, akan semakin tak leluasa kesempatan bagi partai politik untuk mengikuti pemilihan presiden. Gerindra menginginkan kesempatan luas untuk mengusung presiden.
Ia menegaskan, Gerindra tidak akan berkompromi untuk angka Presidential threshold. Gerindra menyatakan tak akan mengikuti perkembangan lobi-lobi politik dengan mengambil jalan tengah ambang batas 10% atau 15%.
Riza bilang, Gerindra akan tetap 0% untuk presidential threshold. "Dengan adanya ambang batas, itu melanggar konsitusi, sedangkan Pemilu tidak boleh melanggar konstitusi ini prinsip Gerindra," tegas Riza Patria.
Lain hal bagi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Diah Pitaloka selaku anggota Pansus RUU Pemilu dari fraksi partai 'moncong putih' ini bilang, PDIP bersikeras pada presidential threshold dikisaran 20%-25% karena angka tersebut rasional diterapkan pada Pemilu 2019. Ia bilang, pengusungan presiden secara tunggal oleh partai tertentu tidak akan membawa pemerintahan yang solid.
"Kita melihat 0% itu tidak rasional, karena presiden butuh dukungan yang konkret dan solid yang bisa membawa seseorang dalam kursi presiden tidak individual, karena ini merupakan representasi kekuatan poilitik dalam presidential," jelas Diah.
Dihubungi terpisah, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan pada pemilu serentak pada 2019, ambang batas presiden tidak diperlukan lagi. Sebab tidak relevan, signifikan, dan tidak berdasar.
Ia bilang, dengan tidak adanya ambang batas poin yang paling penting diperhatikan pada penyusunan RUU ini ialah prasyarat untuk partai yang mengusung tunggal atau gabungan partai.
Seharusnya dalam penyusunan RUU Pemilu, semua pihak tidak perlu mencari keuntungan. Pembahasan RUU Pemilu ini juga diperlukan bahasan yang berkualitas pasalnya RUU ini diperlukan untuk merespons hal yang diperlukan dalam Pemilu 2019 pasalnya jika menggunakan undang-undang pemilu yang lalu akan tidak relevan.
"Semestinya ada persamaan persepsi yang kolektif buka siapa yang diuntungkan, bagaimana pelaksanaan pemilu serentak ini bisa efektif. Nah partai politik yang memegang peran penting untuk ini," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News