kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Untuk Penguatan dan Pengawasan Koperasi, DPR Sebut Perlu Ada Lembaga Khusus


Rabu, 07 Desember 2022 / 16:52 WIB
Untuk Penguatan dan Pengawasan Koperasi, DPR Sebut Perlu Ada Lembaga Khusus
ILUSTRASI. Koperasi Simpan Pinjam. (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menyiapkan rancangan undang-undang (RUU) perkoperasian. RUU tersebut merupakan kelanjutan dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan UU No. 17 Tahun 2012.

Dengan demikian, status RUU perkoperasian dinilai mendesak dan dibutuhkan untuk menggantikan UU No. 25 Tahun 1992 yang sudah out of dated, atau berusia 30 tahunan.

Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyampaikan bahwa ia mendukung adanya kebijakan yang memperkuat perkoperasian. Adapun untuk pengawasan dan penguatan kelembagaan Ia berharap adanya lembaga khusus yang menangani.

"Terkait dengan pengawasan dan penguatan kelembagaan agar dibentuk lembaga khusus yang menanganinya. Anggaran juga harus menjadi perhatian," kata Herman kepada Kontan.co.id, Rabu (7/12).

Baca Juga: Menakar Dampak RUU PPSK Bagi Ketahanan Perbankan Nasional

Ia menjelaskan, lembaga khusus tersebut apabila berkaitan dengan industri sebaiknya ke OJK. Namun untuk pembinaan kelembagaan, Ia menilai akan lebih baik jika dibentuk lembaga sendiri.

"Jika berkaitan dengan industri sebaiknya ke OJK, tetapi pembinaan kelembagaannya lebih baik dibentuk lembaga sendiri," imbuhnya.

Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM,) Ahmad Zabadi mengungkapkan bahwa pengawasan untuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP) akan dilakukan satu lembaga bernama Otoritas Pengawasan Koperasi (OPK).

"Itu tertuang dalam RUU Perkoperasian. Nantinya, akan dibentuk sebuah institusi pengawasan tersendiri yang independen, atau tidak di bawah kedeputian di KemenKopUKM," ucap Zabadi, dalam keterangan tertulis, Rabu (7/12).

Zabadi memastikan bahwa OPK akan didesain tidak sepenuhnya diisi orang-orang KemenKopUKM saja, melainkan ada perwakilan dari gerakan koperasi dan stakeholder lainnya.

"Kita ada benchmark di beberapa negara seperti AS dan Jepang, dimana pengawasan koperasi dilakukan dengan cara seperti ini. Tidak di bawah otoritas semacam OJK, dan tidak di bawah bank sentral," ucap Zabadi.

Ia memastikan bahwa pengawasan KSP sepenuhnya berada di bawah KemenkopUKM, alias tidak di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu sudah ditegaskan dalam RUU PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) dan juga RUU Perkoperasian.

"Yang diatur di RUU PPSK itu, koperasi yang existing berada di sektor keuangan. Artinya, RUU PPSK itu hanya mengatur koperasi yang bersifat open loop," kata Zabadi.

Baca Juga: Gakoptindo Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Subsidi Kedelai Hingga Rp3.000

Ia melanjutkan, hanya koperasi yang bersifat open loop pengawasannya berada di bawah OJK. Misalnya, BPR yang dimiliki koperasi, LKM yang berbadan hukum koperasi, dan asuransi berbadan hukum koperasi. Itu termasuk bila nanti ada koperasi kripto, atau koperasi yang bergerak di sektor pinjaman online.

"Itu semua adalah koperasi yang bersifat open loop. Sehingga, proses perijinan dan pengawasannya berada di bawah OJK," ucap Zabadi.

Sementara koperasi yang sifatnya close loop, kata Zabadi, adalah yang murni KSP. Dengan begitu, Zabadi menyatakan, nantinya akan diatur rasio modalnya, rasio penyaluran, rasio BMPK-nya, dan sebagainya.

"Permodalan KSP tidak boleh dominan dari luar. Harus dominan dari anggota. Begitu dapat modal dari luar secara dominan, masuk kategori open loop," kata Zabadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×