Reporter: Uji Agung Santosa |
JAKARTA. Pemerintah Indonesia saat ini masih menjajaki kemungkinan memperoleh fasilitas Bilateral Swap Arrangement (BSA) dari beberapa negara lain. Jika penjajakan itu berhasil, maka itu akan menambah fasilitas yang sama dari Jepang, China dan Korea Selatan dengan nilai total US$ 18 miliar.
Gubernur Bank Indonesia Boediono sampai kemarin masih enggan mengatakan, negara-negara mana saja yang telah didekati untuk memberikan fasilitas tersebut. Menurutnya, sangat tidak etis menyampaikan ke publik sebelum semua menjadi pasti. Namun kunjungan Menlu AS Hillary Clinton beberapa waktu lalu memberikan sinyal permintaan fasilitas tersebut kepada Amerika.
Komitmen pemberian fasilitas BSA yang diterima oleh Indonesia berasal dari Jepang sebesar US$ 12 miliar, China dengan nilai US$ 4 miliar, dan Korea Selatan sebesar US$ 2 miliar. Fasilitas BSA, akan menjadi alat Bank Indonesia untuk memperkuat cadangan devisa sehingga diharapkan dapat memperkuat rupiah.
"Sebenarnya tidak perlu dikaitkan dengan posisi cadangan devisa. Kalau dibutuhkan, akan kita tarik. Akan kita lakukan untuk menenangkan pasar," kata Boediono di Jakarta, Senin (23/2). Penarikan dana ditempuh adalah melalui skema pertukaran (swap) mata uang antara kedua bank sentral.
Namun sayangnya, Boediono tidak mau mengatakan batasan nilai cadangan devisa yang mengharuskan pihaknya menarik fasilitas tersebut. Menurutnya, posisi cadangan devisa Indonesia yang saat ini tercatat sebesar US$ 50,8 miliar masih aman sehingga BSA belum perlu ditarik.
Saat ini, Bank Indonesia dan Bank of Jepang masih terus menegosiasikan mekanisme teknis penarikan fasilitas BSA. Termasuk kepastian besaran bunga dan tenor untuk pengembalian dananya. Namun Boediono memastikan bahwa Indonesia akan mendapatkan patokan bunga yang bersifat nonkomersial untuk setiap penarikan fasilitas BSA, termasuk dari Jepang yang mempunyai nilai terbesar.
Boediono menyebutkan besaran bunga yang akan dipatok diperkirakan berbasis London Interbank Offered Rate (Libor) + 1,5%. "Bersifat nonkomersial dengan biaya bunga di bawah pasar," katanya. Selain BSA, cadangan devisa juga akan menguat dengan penarikan Samurai Bond Jepang yang sebesar US$ 1,5 miliar.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu berharap pemberian fasilitas BSA termasuk pinjaman siaga mampu menambah cadangan devisa dan memperkuat rupiah terhadap mata uang asing, terutama US$.
Jika terjadi penguatan, maka pemerintah nanti pada pertengahan semester 2009 akan melihat kembali asumsi nilai tukar rupiah dalam APBN-Perubahan 2009. "Kita akan lihat pada pembahasan APBN-P 2009 Juni nanti, apakah asumsi tersebut masih relevan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News