kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tito sebut tak mudah mengendalikan Covid-19 di Depok, ini penyebabnya


Kamis, 13 Agustus 2020 / 14:03 WIB
Tito sebut tak mudah mengendalikan Covid-19 di Depok, ini penyebabnya
ILUSTRASI. Mendagri Tito Karnavian menjawab pertanyaan wartawan usai melaksanakan rapat persiapan pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2020 di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (17/7/2020).Kunjungan kerja mendagri tersebut untuk mengecek kesiapan dan pemantapan penyelengga


Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebutkan, tidak mudah untuk menanggulangi pandemi Covid-19 di Depok, Jawa Barat.

Ada sejumlah persoalan di Depok yang mengharuskan kota ini punya strategi sendiri untuk menangani pandemi.

"Memang tidak mudah kalau untuk Kota Depok. Banyak problema di Kota Depok ini yang membuat harus ada strategi tersendiri," kata Tito saat menghadiri acara Gerakan 2 Juta Masker di Depok, Jawa Barat, Kamis (13/8/2020), dipantau melalui Youtube Kemendagri.

Baca Juga: Cegah klaster perkantoran akibat Covid-19, ini upaya antisipasi PGN

Persoalan tersebut misalnya terkait kondisi geografis. Lokasi Depok yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan Bogor, menyulitkan kota tersebut untuk menerapkan lockdown.

Menurut Tito, tidak ada batas alam yang jelas antara Depok dengan wilayah sekitarnya. Sehingga, bisa dikatakan tidak mungkin Depok me-lockdown wilayahnya.

"Saya bilang hampir impossible, karena apa? Tidak ada batas alam antara Jagakarsa sama Depok bagian dekat Jagakarsa, sudah jadi satu," kata Mendagri.

"Hanya ada batas di peta saja, batas alamnya enggak jelas, dengan Kabupaten Bogor juga enggak jelas perbatasannya," ujar Tito Karnavian.

Baca Juga: Bekasi, Bogor & Tangerang Raya kini berstatus zona oranye corona, ini penjelasannya

Kedua, terkait kemampuan finansial wilayah. Suatu daerah yang menerapkan lockdown berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan logistik warganya.

Dengan jumlah penduduk Depok yang besar mencapai 2 juta penduduk, maka diperlukan anggaran yang tidak sedikit. Ketiga, terkait mobilitas warga Depok yang tinggi.

Menurut Tito, banyak masyarakat Depok yang bekerja di luar Depok dan pulang pergi setiap hari. Dengan kondisi yang demikian, sulit untuk melakukan karantina untuk mencegah penularan virus sebagaimana yang diterapkan di sejumlah negara tetangga.

Tito mencontohkan, di Singapura, warga yang hendak masuk ke suatu kota dari kota lain harus melakukan karantina selama 14 hari baru boleh bergabung dengan masyarakat.

Sebaliknya, warga dari satu kota pergi ke kota lain dan ingin kembali ke kotanya juga harus melakukan karantina 14 hari.

Hal itu dinilai efektif untuk mengendalikan penyebaran virus. Namun, menjadi sulit untuk diterapkan di wilayah Depok.

"Setiap orang yang masuk dari Jakarta dia bekerja setelah itu dia masuk lagi ke Depok dia harus 14 hari karantina, mana mau mereka. Pasti dia 14 hari ya diberhentiin dia oleh bosnya," ucap Tito.

"Karena memang karakternya Depok ini banyak orang tinggal di sini kerjanya di sana, itu balik lagi tiap hari, enggak mungkin," tuturnya.

Baca Juga: Depok masuk zona merah penularan virus corona (Covid-19)

Dengan kondisi demikian, menurut Tito, Depok harus punya langkah khusus dalam mengendalikan Covid-19, yakni proteksi terhadap individu.

Setiap penduduk Depok harus dipastikan mematuhi empat protokol kesehatan dasar, berupa memakai masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.

Menurut Tito, hal ini sulit untuk diterapkan. Meski begitu, wajib bagi setiap warga melakukannya. "Easy to talk but difficult to implement. Mudah mengatakan, melaksanakannya sulit," kata dia. (Fitria Chusna Farisa)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mendagri Sebut Tak Mudah Kendalikan Covid-19 di Depok, Ini Alasannya"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×