kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Tingkatkan mutu, besaran iuran JKN dikaji ulang


Jumat, 16 Januari 2015 / 14:42 WIB
Tingkatkan mutu, besaran iuran JKN dikaji ulang
ILUSTRASI. Presiden Jokowi didampingi Ibu Iriana berbincang degan Presiden Xi Jinping dan Madam Peng, di Chengdu, China, Kamis (27/07/2023). (Foto: BPMI Setpres)


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Perubahan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi peserta penerima bantuan iuran dan peserta pekerja bukan penerima upah atau perorangan mulai dibahas lembaga terkait. Perubahan iuran itu diharapkan menyesuaikan nilai keekonomian diikuti peningkatan mutu layanan.

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Chazali Situmorang mengemukakan hal tersebut setelah rapat koordinasi terkait dengan pembiayaan JKN-BPJS Kesehatan, Kamis (15/1), di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta. Rapat dihadiri Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, dan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Untung Suseno.

Chazali mengatakan, iuran JKN-BPJS Kesehatan untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) atau perorangan ditinjau ulang. Meski nantinya ada perubahan, khusus iuran peserta PBI tahun 2015 ini tidak akan berubah karena sudah dianggarkan sebelumnya. Iuran peserta PBI kemungkinan berubah pada 2016.

”Pertengahan tahun ini kemungkinan sudah dihitung berapa perubahan iuran. Harapannya, ini diikuti kenaikan mutu pelayanan dan penambahan fasilitas kesehatan,” kata Chazali.

Perubahan iuran tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Menurut Pasal 16I perpres ini, besaran iuran peserta ditinjau ulang paling lama dua tahun sekali.

Nilai keekonomian

Chazali menjelaskan, berdasarkan penghitungan DJSN, besaran iuran peserta PBI yang sesuai dengan nilai keekonomian adalah Rp 27.500. Angka itu akan terus diajukan DJSN dalam pembahasan besaran iuran PBI 2016. Adapun iuran peserta PBPU diusulkan naik Rp 10.000 untuk setiap kelas perawatan.

Menurut Perpres No 111/2013, iuran peserta PBPU Rp 25.500 untuk kelas III, Rp 42.500 untuk kelas II, dan Rp 59.500 untuk kelas I. Iuran peserta PBI sebesar Rp 19.225 dibayar pemerintah.

Fachmi mengatakan, besaran iuran PBPU dinilai Menko Perekonomian perlu disesuaikan banyak hal, di antaranya inflasi dan nilai keekonomian. Untuk itu, BPJS Kesehatan diminta menghitung besaran iuran yang sesuai. Perubahan iuran untuk PBPU kemungkinan tahun ini. Selain itu, rapat membahas kemungkinan perubahan iuran peserta PBI.

Adapun iuran pekerja penerima upah (PPU) akan dihitung batas bawah penghitungan iuran peserta PPU. Selama ini yang ada adalah batas atas, yakni dua kali penghasilan tidak kena pajak status keluarga K1.

Fachmi mencontohkan, pekerja bergaji Rp 500.000 membayar iuran 5% dari gaji sebulan atau Rp 25.000 bagi lima orang (suami, istri, dan tiga anak). Jadi, iuran per orang adalah Rp 5.000. Padahal, besaran kapitasi yang dibayar BPJS Kesehatan Rp 8.000-Rp 9.000 per peserta per bulan. Itu dinilai tidak pas.

Menurut Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Donald Pardede, menyatakan, Kementerian Kesehatan punya penghitungan usulan iuran peserta PBI Rp 22.500. Namun, itu belum pasti ditetapkan karena harus dikomunikasikan intensif dengan sejumlah pihak. Sementara Puan menyatakan, program jaminan kesehatan, terutama bagi peserta PBI, harus tepat sasaran dan mutu layanan ditingkatkan.

Peneliti Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Laksono Trisnantoro, sebelumnya menyatakan, cita-cita jaminan kesehatan bagi semua penduduk Indonesia pada 2019 berpotensi tak tercapai. Itu karena ada ketimpangan layanan antardaerah terkait ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan.

Hal itu mengakibatkan klaim fasilitas pada BPJS Kesehatan timpang. Mayoritas dana BPJS Kesehatan terpakai di daerah dengan layanan maju, terutama di Jawa, sehingga ada ketidakadilan pembiayaan. Karena itu, pemerintah perlu menambah investasi kesehatan di daerah tertinggal.

Di daerah belum maju, amat banyak penerima PBI. Jika jatah dana bagi PBI di daerah maju ada sisa, itu bisa untuk kompensasi daerah tertinggal untuk perbaikan mutu layanan. (ADH/JOG)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×