kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tingkatkan investasi, pemerintah diminta benahi 5 aspek ini


Jumat, 09 Oktober 2020 / 18:56 WIB
Tingkatkan investasi, pemerintah diminta benahi 5 aspek ini
ILUSTRASI. Ratusan mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja di depan Gedung Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang, Karawang, Jawa Barat, Kamis (8/10/2020).


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DPR telah mengesahkan RUU cipta kerja menjadi UU cipta kerja pada 5 Oktober lalu. Pemerintah meyakini adanya UU ini dapat menggaet investor ke Indonesia.

Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga, Hadi Subhan, mengatakan, peraturan ketenagakerjaan bukan faktor utama penghambat masuknya investasi ke Indonesia.

Ia mengatakan, peraturan tenaga kerja menempati urutan ke-13 dari 16 faktor utama penghambat investasi berdasarkan survei World Economic Forum (WEF).

“(Peraturan ketenagakerjaan) Ada pengaruhnya terhadap investasi tapi tidak signifikan. Menurut survey WEF, hanya urutan ke 13 dari 16 indikator,” kata Hadi kepada Kontan, Jumat (9/10).

Baca Juga: Faisal Basri sebut untuk capai pertumbuhan ekonomi 7% tak perlu lewat Omnibus Law

Hadi mengatakan, pemerintah seharusnya memperbaiki lima aspek utama penghambat investasi tersebut. Yakni korupsi, inefisiensi birokrasi, akses ke pembiayaan, infrastruktur memadai, dan kebijakan tidak stabil.

Lebih lanjut, Hadi mengatakan, prinsip ketenagakerjaan dalam International Labour Organization (ILO) tidak terlalu teknis. Sementara, aturan ketenagakerjaan di UU cipta kerja lebih teknis dari prinsip ILO tersebut.

“Prinsip-prinsip ILO tidak terlalu teknis. Disamping itu juga negara berdaulat mengatur meski menyimpang dari ILO, berdasarkan prinsip partikularitas masing – masing negara,” ujar Hadi.

Sementara itu, Willie Farianto, Pengacara/Praktisi Hukum Ketenagakerjaan, mengatakan, UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UU ketenagakerjaan) dan UU cipta kerja terdapat persoalan. Diantaranya, persoalan implementasi yakni UU ketenagakerjaan tidak membedakan kemampuan finansial antara perusahaan besar, perusahaan menengah dan perusahaan kecil.

“Semua disamaratakan, kemudian diberikan satu kewajiban hukum yang sama. Ini yang saya pahami sebagai persoalan ketidakmampuan,” ucap Willie dalam diskusi virtual, Jumat (9/10).

Baca Juga: UU Cipta kerja perkuat wewenang pusat di sektor panas bumi, ini kata Kementerian ESDM

Kemudian, persoalan ketidakmauan dalam implementasi yakni perusahaannya mampu tapi tidak mau menjalankan ketentuan UU ketenagakerjaan. Jadi UU cipta kerja harusnya melakukan penguatan pengawasan ketenagakerjaan.

“Dalam UU ciptaker kita sudah bisa mulai melihat adanya perbedaan kewajiban dari pengusaha mikro/kecil kepada pekerja. Ini tentunya menjadi harapan besar untuk melihat perkembangan dari pengusaha – pengusaha UMK setelah nanti diundangkannya UU cipta kerja,” ujar dia.

Lebih lanjut Willie mengatakan, hukum ketenagakerjaan dibangun dari kaidah heteronom dan otonom. Dalam hal kiedah heteronom (UU ketenagakerjaan dan UU cipta kerja) terdapat kekurangan, maka kaidah otonom (peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama) dapat melengkapi.

“Sehingga memberikan perlindungan hukum dan kesejahteraan terhadap pekerja dengan tetap memperhatikan kepentingan pengusaha,” ujar Willie.

Selanjutnya: Faisal Basri nilai pemerintah berjudi dengan UU Cipta Kerja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×