Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Anggota Timwas Century Bambang Soesatyo mengharapkan KPK mendalami dan memaknai rekam jejak Boediono secara komprehensif. Mengingat penyelamatan Bank Century ditengarai sebagai modus pembobolan uang negara.
"Selain berpatokan pada kejanggalan proses perhitungan dan pencairan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) untuk Bank Century, KPK juga disarankan untuk mempelajari peran Boediono dalam mega skandal BLBI," kata Bambang melalui pesan singkat, Senin (2/12/2013).
Sebab, kata Bambang, pada pekan kedua - ketiga Agustus 1997, Boediono, dalam kapasitasnya sebagai Direktur BI bidang Analisis Perkreditan, ikut membidani lahirnya kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Ratusan triliun realisasi BLBI kacau balau. Presiden Soeharto geram dan memberhentikan Boediono. Rakyat Indonesia meradang karena negara rugi Rp 650 triliun, sementara para penikmat BLBI hidup mewah di sejumlah negara," kata Politisi Golkar itu.
Bahkan, ujarnya, kini mereka kembali menguasai aset-aset yang semula menjadi jaminan dengan harga sangat murah. Bambang mengatakan beberapa diantaranya berhasil mencuci bersih uang hasil jarahan tersebut dan masuk kembali kedalam sistem perbankan melalui berbagai modus.
"Seperti akuisisi, investasi dan menciptakan konglomerat-konglomerat baru alibaba," imbuhnya.
Pada Oktober-November 2008, tuturnya, Gubernur BI Boediono bersikukuh menyelamatkan Bank Century yang sesungguhnya tak memenuhi syarat untuk ditolong. Namun, dengan sejumlah perubahan aturan dan merekayasa data akhirnya bank tersebut mendapatkan FPJP Rp 689 miliar dan bailout yang semula hanya Rp 632 miliar, membengkak menjadi Rp 6,7 triliun.
Artinya, kata Bambang, dalam rentang waktu sekitar satu dekade, Boediono sudah mengarsiteki dua mega skandal bagi sejarah industri keuangan dan perbankan di Indonesia, skandal BLBI dan skandal Bank Century.
"Inilah catatan penting dan relevan untuk dipahami dan dimaknai KPK," imbuhnya.
Boediono, kata Bambang, pula yang mengarsiteki lahirnya Instruksi Presiden No.8/2002 tentang release and discharge yang memberi keringanan kepada obligor BLBI.
"Sebuah tindakan yang dinilai merugikan negara dan menjadi beban berat bagi keuangan negara (APBN) hingga saat ini," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News