Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Tak hanya sepakbola yang memiliki timnas, masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) juga punya timnas. Timnas yang dibentuk berdasarkan Keppres No 4 Tahun 1996 dan lengkapnya bernama Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HKI (Timnas PPHKI) ini bertugas untuk merumuskan kebijakan nasional untuk memerangi masalah pelanggaran hak kekayaan intelektual.
Setelah hampir 4 tahun bekerja, akhirnya timnas yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, dan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM mulai bersiap untuk segera meluncurkan revisi UU Hak Kekayaan Intelektual yang lama. “Perkiraan saya mungkin pertengahan tahun 2011,” tutur Ahmad M. Ramli Direktur Jenderal Hak kekayaan Intelektual.
Dalam pembentukan revisi undang-undang yang baru ini Ramli berjanji untuk terus mendengarkan masukan-masukan dari berbagai pihak untuk bisa merumuskan revisi UU HKI yang lebih baik. Terutama untuk mengantisipasi perkembangan dunia multimedia.
Menurut Ramli perkembangan yang terjadi dalam dunia multimedia dengan konvergensi yang mengintegrasikan communication, content, dan computing technology makin menguatkan posisi HKI. “Dalam satu alat kita bisa melakukan tiga hal sekaligus, berkomunikasi, mengirim data, menonton TV, dan berselancar di dunia maya. Perkembangan HKI di satu sisi didukung oleh teknologi informatika, di sisi lain juga terancam perlindungannya,” papar Ramli dalam acara diskusi media dengan Kementerian Hukum dan HAM pada Senin (27/12) malam.
Ancaman HKI dari perkembangan teknologi memang sungguh luar biasa. Para pembajak karya HKI menjadi lebih mudah untuk membajak karya cita tanpa seizin penciptanya, karena buku, lagu, film, dan software tersaji secara digital. Selain itu juga sangat sulit untuk melacak para pelanggar hak cipta yang terjadi di internet.
Bahkan menurut Ricky Hasudungan dari Asosiasi Industri Rekaman Indonesia, selain menghadapi pembajakan lagu dengan CD yang tidak pernah tuntas diselesaikan Kepolisian Indonesia, mereka juga harus mulai pusing menghadapi website yang menyediakan layanan download lagu dengan gratis. “Kalau kami telusuri, yang tidak punya lisensi itu kebanyakan servernya ada di luar negeri,” papar Ricky.
Semakin kompleksnya masalah perlindungan HKI di dunia digital ini memang bisa dipastikan akan memusingkan banyak orang. Tapi tanpa perlindungan HKI akan membuat para pekerja kreatif tidak mau lagi menelurkan karyanya. “Hal ini akan berdampak pada kreativitas makro, pada titik tertentu akan menjadi tidak kreatif lagi karena apa pun karyanya akan dibajak,” tambah Ramli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News