Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Kemaritiman dan pelaksana tugas Menteri Perhubungan Luhut Binsar Pandjaitan membeberkan alasannya tetap mengizinkan Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek di tengah pandemi virus corona.
Bahkan setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengusulkan agar operasional KRL ini dihentikan untuk mencegah penyebaran covid-19.
Luhut mengatakan, ia tetap mengizinkan KRL Commuter Line Jabodetabek tetap beroperasi atas alasan kemanusiaan. Ia mengatakan, sebagai anak mantan supir bus AKAP di Sibualbuali, ia paham betul kehidupan masyarakat kecil yang hidupnya semakin sulit di masa pandemi ini. Kalau misalkan KRL juga dihentikan operasionalnya, maka hidup mereka akan semakin merana.
Bus AKAP merupakan perusahaan transportasi angkutan umum Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) di wilayah Sumatra.
"Jadi kalau mau dibilang, saya adalah anak sopir bus AKAP dan dilahirkan dari seorang Ibu yang tangguh meskipun tidak tamat Sekolah Rakyat. Masa kecil saya juga dihabiskan dengan merantau, karena Ayah dan Ibu saya ingin mencari penghidupan yang lebih baik," tulis Luhut di facebook miliknya, Minggu (19/4).
Baca Juga: Ini alasan Luhut Panjaitan tetap izinkan KRL Jabodetabek tetap beroperasi terbatas
Dengan melihat kesulitan hidup yang pernah ia alami bersama orang tuanya tersebut, Luhut mengambil keputusan untuk tidak menghentikan operasional KRL Jabodetabek.
Selain itu, Luhut juga ingat pesan Presiden Joko Widodo kepada mereka para menterinya. Luhut mengatakan, Jokowi berpesan agar dalam setiap pengambilan keputusan, selalu mempertimbangkan sisi kehidupan rakyat yang paling sulit dan paling terkena dampak dari pandemi Covid-19.
"Memang pandemi ini membawa dampak yang signifikan bagi seluruh rakyat Indonesia, namun ada di antara kita yang paling rentan terkena dampaknya," tambah Purnawirawan Jenderal ini.
Salah seorang netizen bernama Andreas Harsoon memuji penjelasan Luhut tersebut. Ia mengatakan, ini argumentasi yang baik. "Jauh lebih baik daripada lapor ke polisi soal pencemaran nama baik. Sekaligus keterangan ini menjelaskan dilema Kementerian Perhubungan, atau pembuat kebijakan mana pun, yang harus mengarungi krisis kesehatan dan krisis ekonomi," ujarnya.
Menurutnya, ini ibarat buah simalamaka. Dimakan ibu mati, tak dimakan ayah mati. Dengan pilihan yang simalakama tersebut, pegangannya adalah hak asasi manusia, paling penting adalah hak hidup.
Baca Juga: Kemenhub: Ada potensi pemerintah larang mudik Lebaran tahun ini
"Pemerintah harus transparan, harus sediakan statistik yang akurat, penjelasan yang rutin setiap hari, mengajak semua warga untuk memahami buah simalakama. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing," sarannya.
Sementara netizen lainnya bernama Andri Sudibyo mengusulkan agar frekuensi KRL tetap dijaga supaya kepadatan penumpang tidak terjadi.
"Sebagai public facility beroperasi tidak untuk keuntungan, janganlah frekuensi kapasitas dikurangi sehingga masyarakat mengantri di sini bisa berakibat penularan covid. PSBB dilakukan tidak untuk mematikan perekonomian tapi untuk mengurangi risiko kontak manusia," jelasnya.