Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Setelah keberatannya ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), para terlapor perkara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait tender pengadaan Transjakarta untuk anggaran 2013 mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung.
Kuasa hukum salah satu terlapor, PT Industri Kereta Api (INKA) Pebri Kurniawan mengatakan baik KPPU dan PN Jakpus telah salah menerapkan hukum pembuktian dalam perkara ini. Sebab, tidak ada dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan INKA telah melakukan persengkokolan.
"Kami dinyatakan bersalah hanya karena persoalan IP Adress. Padahal IP Adress bukanlah alat bukti yang sah serta tak bisa dijadikan acuan bersekongkol dengan pihak lain," jelas Pebri kepada KONTAN, Senin (29/5).
Hal itu menurutnya sesuai dengan Pasal 42 UU No. 5/1999 tentang Persaingan Usaha. Apalagi, tidak ada keterangan saksi maupun ahli, surat dan dokumen yang dapat menunjukkan persekongkolan dengan IP Adress saja. Adapun kesamaan IP Adress itu terjadi lantaran para terlapor menggunakan tempat yang sama sebagai log in pengikutsertaan lelang.
Tapi, kata Pebri, tempat yang sama dijadikan log in terlapor itu di LPSE building room yang merupakan penyedia pengadaan barang hasa pemerintah. "Jadi wajar saja kalau IP Adress-nya sama, karena kami log in untuk melengkapi berkas-berkas," tambah dia.
Hal yang serupa juga dikatakan kuasa hukum PT Korindo Motors Rian Hidayat. Menurutnya, tuduhan KPPU yang menilai adanya kesamaan KSO, kesamaan metode pelaksaan dan adanya kepemilikan silang itu sama sekali tidak ada nama dari Korindo Motors.
"Maka dari itu putusan KPPU harus lah dibatalkan," katanya kepada KONTAN, Senin (29/5). Hal itu sesuai dengan Pasal 42 UU No. 5 tahun 1999 dan Pasal 72 Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2010 tentang alat bukti karena bukanlah termasuk dalam alat bukti yang diamanatkan peraturan di Indonesia.
Apalagi dia berpendapat, saling mengenal dalam dunia bisnis sebagai alasan kartel itu tidak tepat lantaran hal itu lumrah dan tidak dijadikan alasan menghukum. Kasasi itu pun diajukan keduanya pada awal bulan ini.
Meski begitu, ada terlapor yang tak mengajukan kasasi. Salah satunya PT Antar Mitra Sejati. Kuasa hukum perusahaan Ali Purnomo mengatakan, tidak mengajukan kasasi bukan berarti menerima putusan tersebut.
"Dari prinsipal memang mempertimbangkan, biar lah para pemenang tender saja yang mengajukan kasasi, karena kami kan hanya peserta lelang saja," katanya kepada KONTAN.
Sebab pada dasarnya, putusan tersebut belum memiliki kekuatan hukum tetap, jika ada pihak yang mengajukan upaya hukum. "Karena ini adalah satu kesatuan jadinya kami tunggu saja putusan semoga dikabulkan MA," tutur Ali.
Sekadar tahu saja, permohonan kasasi ini merupakan lanjutan dari putusan pengadilan 18 April 2017 lalu yang memperkuat putusan KPPU. Dalam putusan, majelis menilai 15 perusahaan (terlapor) telah terbukti melakukan persengkokolan dalam pengadaan bus Transjakarta. Hal itu dilihat dari kesamaan metode dan kerja sama antar para perusahaan dalam mengikuti tender proyek ini.
Kesamaan itu dilihat dari adanya kesamaan IP address dalam mengakses website pengikutan tender Apalagi juga terbukti ada perusahaan yang saling terafiliasi yang mengikuti tender.
Dengan demikian, hal tersebut menciptakan adanya persaingan usaha yang semu lantaran terbukti melakukan komunikasi untuk mengkondisikan diri memenangkan proyek. Sehingga menghalangi bagi pesaing usaha sejenis untuk bersaing secara kompetitif.
Sekadar tahu saja, 15 perusahaan melakukan upaya hukum ini untuk membatalkan putusan KPPU No. 15/KPPU-I/2014. Di mana, KPPU menyatakan 19 perusahaan bersengkokol atas pengadaan tender Bus TransJakarta (medium bus, single Bus dan articulated bus) untuk tahun anggaran 2013.
Majelis komisi KPPU berpendapat, 19 perusahaan itu melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999. Pasal tersebut dijelaskan pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan menentukan pemenang tender sehingga mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
Bersengkokol itu dinilai karena para perusahaan memiliki kesamaan IP Address dalam proses login ke situs pengadaan barang dan jasa. Sehingga Komisi pun memberikan denda kepada 16 perusahaan yang berkisar Rp 99 juta hingga Rp 25 miliar dan sanksi kepada dua perusahaan terlapor.
Dari 19 perusahaan, PT San Abadi mendapatkan denda paling banyak sebesar Rp 25 miliar dan harus disetorkan ke kas negara. Sementara dua perusahaan yaitu PT Indo Donfeng Motor dan PT Transportindo Bakti Nusantara dikenakan sanksi tidak boleh mengikuti proses tender yang bidang jasa konstruksi yang menggunakan APBD Pemerintah Provinsi Jakarta selama dua tahun.
Kendati begitu, dari 19 perusahaan ada empat yang tidak mengajukan keberatan atau menerima putusan PKPU yakni, PT Indo Dongfeng Motor, Transportindo Bakti Nusantara PT Zonda Indonesia, dan Panitia Pengadaan Barang/Jasa Bidang Pekerjaan Konstruksi I Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta.
Sementara itu, perwakilandari KPPU Nurul Fadhilah mengku siap jika para terlapor kurang puas erhadap putusan majelis hakim. "Kami akan terus berupaya untuk mempertahankan putusan KPPU," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News