kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Wewenang KPPU yang besar menakuti pebisnis


Sabtu, 29 April 2017 / 13:21 WIB
Wewenang KPPU yang besar menakuti pebisnis


Reporter: Handoyo, Ramadhani Prihatini | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pengusaha berharap perubahan Undang-Undang (UU) Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak mengganggu iklim investasi di dalam negeri. RUU ini diharapkan membuat kepastian hukum berusaha, bukan malah membuat ekonomi tidak kondusif sehingga investor mengalihkan investasinya.

Ketua Komite Tetap bidang Kerjasama Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Ratna Sari Lopis mengatakan, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) harus ingat bahwa saat ini adalah era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). "Kalau iklim investasi tidak kondusif akan gampang sekali pindah ke Vietnam misalnya," katanya, Jumat (28/4).

Makin tipisnya sekat antar negara (borderless) membuat Indonesia harus meningkatkan daya saing. "Pada prinsipnya jangan membuat dunia usaha menjadi takut untuk berusaha," katanya. 

Ratna khawatir, RUU anti monopoli yang diinisiasi DPR ini mengebiri upaya Presiden Joko Widodo mendongkrak investasi dan melakukan sejumlah deregulasi usaha.

Abuse of power

Seperti diketahui Rapat Paripurna DPR, Jumat (28/4), mengesahkan RUU tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menjadi inisiatif DPR. Dengan penetapan ini maka pembahasan RUU ini akan segera dimulai.

Peneliti Institute For Development Of Economics And Finance (Indef) Nailul Huda dalam opininya yang dikirim ke KONTAN menyebutkan,  besarnya kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPUU) membuat ketakutan adanya abuse of power atau penyalahgunaan wewenang. Sebab KPPU dapat bertindak sebagai penyidik, penuntut, dan pemutus perkara. "Itulah kemudian banyak pihak meminta revisi kewenangan KPPU khususnya dalam putusan perkara," katanya.

Terkait denda hukuman, Nailul bilang, hukuman maksimal Rp 25 miliar yang berlaku saat ini  terbilang kecil jika dibandingkan keuntungan yang didapat dalam praktik monopoli. Karena itu dia mendukung usulan sanksi berupa persentase dari keuntungan monopoli. Sanksi ini diharapkan bukan hanya membuat jera pelaku, namun juga mengedepankan keadilan pemberian hukuman.

Hermawanto, pengamat hukum juga menilai, penambahan kewenangan KPPU tidak bisa menjamin akan berhentinya praktik kartel. Bahkan kewenangan yang berlebih akan menimbulkan praduga negatif, sehingga KPPU bisa kehilangan kepercayaan. "Jika kewenangan KPPU ditambah, potensi penyalahgunaan wewenangnya akan sangat besar," katanya.

Kewenangan yang sangat besar ke KPPU bisa menggangu investasi, jika kemudian prosesnya seperti sekarang. Sebab dalam praktiknya KPPU tidak bisa clear, murni menegakkan hukum.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×