Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberikan sanksi kepada direksi perusahaan asuransi yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana dan telah divonis bersalah oleh pengadilan. Sanksi tersebut berupa pencabutan status kepengurusannya selama seumur hidup.
Seperti yang dialami oleh Direktur Utama Asuransi Intra Asia (Intra). Oleh pengadilan, ia dinyatakan terbukti bersalah karena diduga melakukan tindak pidana karena memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan tindak pidana penipuan dalam proses pengeluaran Jaminan Uang Muka atau Advance Payment Bond (APB). Menurut Dumoly maka dirutnya dapat dicabut kepengurusannya selama seumur hidup.
Sejatinya OJK telah melakukan banyak pengawasan agar perusahaan-perusahaan asuransi yang melakukan penyimpangan, dapat tersaring dengan sendirinya. "Kami sudah banyak melakukan pengawasan, sehingga terhadap perusahaan-perusahaan seperti itu (yang melakukan penyimpangan), akan tersaring dengan sendirinya," kata Dumoly.
Menurut Dumoly, ada lima perusahaan asuransi (tiga perusahaan asuransi umum dan dua perusahaan asuransi jiwa) yang terancam mendapat sanksi dari OJK, pada tahun ini, karena mengalami masalah kesehatan keuangan atau insolvensi.
Dua perusahaan dikenai sanksi PKU (Pembatasan Kegiatan Usaha), satu perusahaan dikenai Sanksi Peringatan Ketiga (SP3) dan dua perusahaan sisanya hendak diberi sanksi SP3. Sanksi PKU merupakan yang terberat, karena selangkah lagi menuju sanksi pencabutan izin usaha.
Hal senada diungkapkan Anggota Dewan Komisioner OJK dan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank, Firdaus Djaelani. Menurut Firdaus, nasabah yang dirugikan dalam kasus Intra, dapat saja mengadukannya ke OJK. "Nanti kami coba memfasilitasi," ujarnya.
Jika ditemukan fakta bahwa pihak asuransi harus membayar klaim tersebut, maka perusahaan asuransi harus membayarnya. "Ya saya bilang pada perusahaan, kalau harus bayar, ya, maka harus bayar," kata Firdaus.
Soal pengawasan OJK terhadap perusahaan asuransi yang mengeluarkan surety bond dan ternyata dikemudian hari bermasalah, Firdaus mengatakan pihaknya akan mengkaji dulu kesalahannya dimana. "Misalnya produk bodong itu, bisa jadi gini, mungkin diterbitkan dan dijual agennya, tanpa sepengetahuan perusahaan. Sehingga ketika terjadi klaim yang harus dibayar, karena data tidak ada, maka perusahaan menolak," kata Firdaus.
Dijelaskannya dengan sampainya kasus tersebut ke pengadilan, itu berarti nasabah menuntut adanya pembayaran."Jika pengadilan memutuskan perusahaan harus tetap bertanggungjawab, atas perilaku atau ulah agennya, maka dia harus bayar sesuai peraturan. Karyawan kan mewakili perusahaan, nah kalau agen, perusahaan harus tanggungjawab," ujar Firdaus.
Dalam persidangan, ternyata diketahui bahwa terbitnya surety bond tersebut, Asuransi Intra Asia mengaku sebagai pelengkap atau administrasi saja. Namun menurut Firdaus, pihak asuransi tidak bisa berdalih seperti itu. "Asuransi Intra Asia enggak mau bayar karena beralasan administrasi saja, ya tidak bisa. Sekali diterbitkan, maka dia harus bayar," kata Firdaus.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengadili dan memvonis Rendra Prapantsa dan Yudi Irianto, masing-masing Dirut dan Regional Manager Asuransi Intra Asia, dengan hukuman tujuh bulan penjara, karena membantu dalam memberikan sarana dan kesempatan untuk tindak pidana penipuan dalam proses pengeluaran Jaminan Uang Muka atau Advance Payment Bond (APB).
Akibat aksi yang dilakukan kedua terdakwa, PT Premier Resources Indonesia (PRI), selaku tertanggung, dirugikan hingga 13,750 miliar rupiah.
Dalam website PT Asuransi Intra Asia, didapat informasi bahwa Intra Asia terafiliasi atau satu grup dengan Kartika Airlines, Intra Asia Corpora dan Cipendawa. Di akta notaris tertanggal 11 Mei 2007, diketahui kalau Rendra Prapantsa pernah menjadi Presiden Komisaris di PT Cipendawa Tbk (dulu PT Cipendawa Agroindustri).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News