Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat akan melayangkan surat keberatan kepada Presiden Joko Widodo atas pencegahan Ketua DPR RI Setya Novanto ke luar negeri sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (proyek e-KTP).
Langkah tersebut menindaklanjuti nota keberatan Fraksi Partai Golkar dan telah menjadi surat resmi kelembagaan karena telah disepakati dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus), Selasa (11/4) malam.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan, DPR sebagai institusi negara telah berubah untuk membela kepentingan individu. Donal menilai alasan yang diajukan oleh DPR tidaklah masuk akal.
"Institusi negara sudah disalahgunakan untuk membela Novanto. Itu hanya akal-akalan saja," kata Donal melalui pesan singkat, Rabu (12/4/2017).
Donal menuturkan, pencegahan seorang saksi merupakan kewenangan penyidik yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Sebaliknya, lanjut dia, surat keberatan yang dilayangkan DPR merupakan langkah politik yang tidak memiliki dasar hukum.
Menurut Donal, langkah DPR tersebut dapat dianggap menghalangi penyidikan dalam pengungkapan kasus e-KTP.
"Mereka bisa diancam dengan Pasal 21 UU Tipikor. Tindakan tersebut bisa dianggap menghalang-halangi penyidikan," ujar Donal.
Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi menyebutkan, setiap orang yang menghalangi penyidikan bisa dihukum pidana penjara dengan masa kurungan paling singkat tiga tahun dan maksimal 12 tahun. (Lutfy Mairizal Putra)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News