Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. KPK pada tanggal 30 Juli 2021 telah menerbitkan Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya Harefa mengatakan, beberapa penyesuaian berdasarkan Perpim Nomor 6 tahun 2021 tersebut diantaranya Pasal 2A ayat (1) yang menyebutkan “Pelaksanaan perjalanan dinas di lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengikuti rapat, seminar dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara".
Lalu, Pasal 2A ayat (2) yang menyebutkan, “Dalam hal panitia penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menanggung biayanya maka biaya perjalanan dinas tersebut dibebankan kepada anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi dan dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda.”
Cahya mengatakan, penyesuaian tersebut berdasarkan ketentuan pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap.
Baca Juga: Soal opsi penyelamatan Garuda Indonesia (GIAA), begini kata serikat pekerja
Yakni Perjalanan Dinas dilaksanakan dengan memperhatikan sejumlah prinsip-prinsip. Antara lain, selektif, yaitu hanya untuk kepentingan yang sangat tinggi dan prioritas yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan.
Kemudian, ketersediaan anggaran dan kesesuaian dengan pencapaian kinerja Kementerian Negara/Lembaga; efisiensi penggunaan belanja negara; dan akuntabilitas pemberian perintah pelaksanaan Perjalanan Dinas dan pembebanan biaya Perjalanan Dinas.
“Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) PMK 113/PMK.05/2012 di atas, bahwa pembebanan biaya perjalanan dinas dalam rangka mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara, sehingga hal tersebut merupakan praktik yang berlaku secara sah di seluruh kementerian lembaga,” ujar Cahya dalam konferensi pers virtual, Senin (9/8).
Namun dalam hal panitia penyelenggara tidak menanggung biaya perjalanan dinasnya, maka biaya tersebut dibebankan kepada anggaran KPK dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda dan mengedepankan efisiensi anggaran.
Dalam Peraturan Komisi Nomor. 7 Tahun 2012 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK Pasal 3 huruf g disebutkan “Dalam komponen biaya perjalanan dinas dibayarkan oleh pihak atau instansi lain maka terhadap komponen biaya yang telah ditanggung tersebut tidak dibebankan lagi pada anggaran Komisi.
Sebaliknya, dalam sebuah kegiatan bersama dalam lingkup kementerian lembaga atau antar-ASN, KPK juga dapat menanggung biaya perjalanan dinas pihak terkait.
Baca Juga: KPK: Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah sudah lama kenal dengan tersangka penyuap
“Kami perlu tegaskan bahwa pembebanan atas biaya perjalanan dinas kepada pihak penyelenggara hanya berlaku antar-kementerian lembaga atau dalam lingkup ASN. Peraturan ini tidak berlaku untuk kerja sama dengan pihak swasta,” jelas dia.
Di samping itu, Cahya menyatakan, jika pegawai KPK menjadi narasumber dalam rangka menjalankan tugas-tugas KPK, maka pegawai tersebut tidak diperkenankan menerima honor.
Dengan demikian, berdasarkan Perpim tersebut, kini sistem perjalanan dinas KPK bisa mengakomodir atau sharing pembiayaan untuk mendorong agar pelaksanaan program kegiatan tidak terkendala karena ketidaktersediaan anggaran pada salah satu pihak. Padahal program tersebut sangat penting untuk tetap bisa dilakukan secara optimal.
Baca Juga: KPK tetapkan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah tersangka kasus dugaan suap
Sharing pembiayaan juga merupakan salah satu implementasi Nilai Kode Etik KPK. Yakni Sinergi dengan para pemangku kepentingan lainnya, dalam melaksanakan tugas-tugas pemberantasan korupsi.
“KPK mengingatkan kembali bahwa biaya perjalanan dinas merupakan biaya operasional untuk melaksanakan suatu kegiatan yang diatur dan memiliki standar nominalnya. Bukan Gratifikasi apalagi Suap,” terang Cahya.
Namun pembiayaan pada proses penanganan suatu perkara, untuk mengantisipasi timbulnya konflik kepentingan, maka KPK memutuskan bahwa seluruh kegiatan tersebut tetap menggunakan anggaran KPK.
Pegawai KPK dalam pelaksanaan tugasnya tetap berpedoman pada kode etik pegawai dengan pengawasan ketat oleh Dewan Pengawas dan Inspektorat untuk menolak gratifikasi dan menghindari konflik kepentingan.
“Kami juga mengajak masyarakat untuk turut mengawasi penggunaan anggaran negara, agar terus taat terhadap aturan dan mengedepankan ketepatan sasaran serta manfaatnya,” tutur Cahya.
Selanjutnya: Akademisi nilai RUU Energi Baru Terbarukan tidak dorong kemandirian energi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News