Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kanker payudara masih menjadi jenis kanker terbanyak nomor dua di kalangan perempuan di Indonesia, dan salah satu penyebab utama kematian terkait kanker. Hampir 70% diketahui sudah pada stadium lanjut. Oleh sebab itu, penanganan kanker menjadi salah satu prioritas pemerintah dan rencana strategisnya tertuang dalam Rencana Kanker Nasional 2024 - 2034 yang diluncurkan awal Oktober lalu.
"Kementerian Kesehatan akan menyusun Rencana Aksi Nasional Kanker Payudara dan mengadopsi rekomendasi yang diberikan A2KPI menjadi bagian yang tidak terpisahkan," terang Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan, Kamis (31/10).
Asosiasi Advokasi Kanker Perempuan Indonesia (A2KPI) menegaskan pentingnya Rencana Aksi Nasional Kanker Payudara. Ini adalah strategi nasional untuk menurunkan beban penyakit kanker payudara. Juga mencapai target penurunan angka kematian akibat kanker payudara sebesar 2,5% per tahun.
Baca Juga: Saat Penyintas Kanker Hadir Bersama Komunitas
Menurut Global Cancer Observatory (Globocan) 2022, setiap tahunn, lebih dari 66.000 wanita Indonesia menerima diagnosis kanker payudara dengan tingkat kematian yang sangat tinggi, yaitu 30% dari total kasus. A2KPI juga menyoroti statistik yang memprihatinkan. Lebih dari 48% pasien didiagnosis pada Stadium III dan 20% pada Stadium IV. Lalu 70% pasien meninggal atau mengalami masalah finansial hanya dalam waktu 12 bulan sejak terdiagnosa.
WHO melalui Global Breast Cancer Initiative (GBCI) telah menyusun kerangka kerja yang dapat diadaptasi oleh setiap negara untuk menurunkan angka kematian akibat kanker payudara. Kerangka kerja GBCI ini menekankan pentingnya deteksi dini, diagnosis yang cepat dan tepat, serta perawatan yang komprehensif.
"Kanker payudara dapat dikontrol bila ditemukan dan diobati dengan benar dalam keadaan dini, juga dengan hasil kosmetik yang lebih baik. Deteksi dini dan terapi yang tepat sangat penting - jangan percaya pada terapi yang tidak berbasis bukti," papar dr. Soehartati Argadikoesoema Gondhowiardjo, Koordinator Pelayanan Kanker Terpadu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News