Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tendensi pertumbuhan peredaran rokok ilegal semakin tinggi setelah kenaikkan tarif rata-rata cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23% dan Harja Jual Eceran (HJE) rokok yang naik 35%. Untuk itu Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan membangun kawasan industri rokok terpadu.
Langkat tersebut sebagai upaya otoritas menekan peredaran rokok ilegal di tahun ini menjadi 1%, turun dibanding pencapaian tahun lalu di level 3,04%. Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan tengah mengumpulkan sekitar 10-15 pengusaha rokok kecil yang akan disentralisasi dalam satu lokasi yang ditetapkan pemerintah.
Namun demikian, Heru bilang pihaknya masih mengkaji daerah mana yang tepat sebai lokasi industri rokok terpadu. Yang jelas, Bea Cukai akan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) ketika menetapkan tempat yang efektif memberantas rokok ilegal, ini juga terkait kedekatan lokasi dengan data.
Baca Juga: Bea Cukai Riau beri izin perusahaan pengolah CPO
“Dalam kawasan industri rokok terpadu, kami memberikan fasilitas dalam bentuk kemudahan dalam pengurusan administrasi perizinan dan soal pita cukai. Sehingga kami jemput bola. Supaya mereka merasa bahwa menjadi legal itu memang mudah,” kata Heru seusai rapat kerja dengan DPR RI tentang APBN 2019 dan 2020, di kompleks DPR/MPR RI, Kamis (30/1).
Heru bilang untuk mendapatkan kepercayaan industri rokok kecil, pihaknya terus melakukan ekukasi dan sosialisai yang bersinergi dengan pamangku kepentingan lainnya akan pentingnya rokok legal. Dalam hal ini, produse rokok legal memberikan pengarahan mekanisme dan keuntungan menjadi industri rokok legal.
“Karena mereka (industri rokok legal) merasa tersaingi dengan yang ilegal. Sebab untuk rokok ini komposisi pajaknya bisa sampai 60%-70% praktis mereka sulit bersaing jika kompetitornya adalah yang ilegal,” ujar Heru.
Cara selanjtutnya, otoritas menjalin sinergi pemberantasa rokok ilegal dengan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak untuk perpajakan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Polisi Republik Indonesia (Polri) dari sisi pengawasan. Sejak awal berlangsungnya strategi ini dinilai efektif menekan peredaran rokok ilegal dari 12,5% menjadi 3.04% pada tahun lalu.
“Sekarang kita juga tinggal teruskan dan intensifkan saja. Sinergi tadi dengan para pemangku kepentingan dalam rangka pemberantasa rokok ilegal, yakni para produsen yang sudah legal. Mereka selama ini membantu bea cukai,” kata Heru.
Baca Juga: Siap-siap! Februari harga rokok naik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News